(Bagian Kedua dari Tiga Tulisan)
Oleh : Habib Jansen Boediantono
“Negara seperti perahu yang sedang berlayar. Kita tak dapat memperbaiki sekaligus langsung selesai, tapi sedikit demi sedikit, bagian demi bagian“, sebuah pernyataan yang sering diucapkan oleh para teknokrat untuk mencari pembenaran terhadap apa yang dilakukannya. Pernyataan tersebut sepintas benar tapi tidak menjawab persoalan secara mendasar bila kita melihat kerusakan sedemikian parah disertai arah melenceng dari tujuan yang telah ditetapkan.
“Menarik kembali perahu ke galangan untuk diperbaiki secara total, agar bisa berlayar kembali sesuai tujuan“, itulah pesan yang secara implisit hendak disampaikan dari gerakan kembali menjadi bangsa Indonesia. Ruang pertama harus dikaji kembali secara benar agar ada aksentuasi yang kuat terhadap arti berbangsa, untuk kemudian meluruskan fungsi negara sehingga dapat menjadi kunci pembuka pintu gerbang kemerdekaan yang sesungguhnya. Kembali menjadi bangsa Indonesia, adalah gerakan mengembalikan bangsa dan negara pada orbitnya agar dapat mencapai ruang empat, yaitu masyarakat adil dan sejahtera.
Pribumi memberikan makna adanya 19 regional sistem tanah adat yang merentang dari Sabang sampai Merauke beserta manusia yang hidup di dalamnya. Dengan demikian secara sosio-historis, istilah pribumi merujuk pada manusia-manusia dalam wilayah bangsa Indonesia baik orang Indonesia asli maupun keturunan bangsa lain yang telah beranak pinak sebelum Indonesia merdeka, untuk tumbuh berkembang menjadi dirinya sendiri dan bebas dari penjajahan bangsa lain.
Struktur budaya, alam dan kepercayaan yang terdapat di wilayah kaum pribumi sangat penting dalam menentukan karakteristik dan menjadi ‘batuan segar’ tempat ia berdiri tegak menghadapi segala macam persoalan-persoalan hidup serta bagaimana mengatasinya. Inilah yang kemudian kita namakan Pancasila dan karena itu Pancasila menjadi dasar kaum pribumi merdeka sekaligus menjadi sifat bangsa Indonesia baik dalam tataran berpikir maupun praksis.
Peranannya sebagai sifat bangsa tersebut membuat Pancasila berfungsi sebagai sumber dari segala sumber hukum yang berlaku dan segala macam bentuk aturan-aturan yang akan dibangun harus memperkuat komitmen mengangkat harkat martabat kaum pribumi. Fungsi Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum ini membuat Pancasila menjadi keyakinan standar bangsa Indonesia. Apabila keyakinan standar bangsa Indonesia distandarkan dari keyakinan yang ada baik itu menyangkut hubungan dengan budaya, alam dan kepercayaannya dalam hukum yang pasti, tetap dan dapat diterima semua pihak maka Pancasila mengambil bentuk sebagai filsafat bagi bangsa Indonesia.
Sebagai filsafat bangsa tentu saja Pancasila mengungkapkan sikap keberpihakan bangsa Indonesia di dalam membangun kehidupan dengan mendekatkan kebenaran relatif pada kebenaran absolut. Apabila makna dari harkat martabat merupakan refleksi dari adanya posisi manusia dalam membangun aturan-aturan dasar dalam kehidupan yang tidak bertentangan dengan hukum-hukum semesta seperti yang ditetapkan Tuhan sebagai sunnatullah atau yang sering disebut kedaulatan rakyat, maka negara yang harus dibangun bangsa Indonesia adalah negara yang berdiri tegak diatas kedaulatan rakyat serta memuat nilai–nilai Pancasila.
Agar Pancasila menjadi sebuah dimensi dalam kehidupan, sikap keberpihakan di atas harus terukur dalam suatu ukuran yang pasti sehingga dapat menstandarkan budaya. Standar nilai budaya inilah yang dinamakan kreativisme Pancasila dan pada gilirannya nanti akan melahirkan aturan dasar yang disebut gotong royong. Mufakat sebagai bentuk kesetiakawanan sosial akan diperoleh dari pola hubungan antar manusia yang distandarkan oleh gotong royong. Dengan demikian dinamika politik akan bersifat komunikasi dialogis atau biasa disebut musyawarah. Kondisi ini akan tercapai bila dinamika politik distandarkan oleh mufakat.
Musyawarah merupakan faktor penting, bukan hanya merupakan standar dinamika politik tetapi juga mempengaruhi kegiatan-kegiatan ekonomi. Lumbung sebagai standar nilai ekonomi bangsa tumbuh dan berkembang dari pembangunan ekonomi bangsa yang menekankan aspek musyawarah. Oleh karena itu lumbung berfungsi sebagai tempat masyarakat bermusyawarah untuk mufakat dalam menetapkan segala apa yang akan dikerjakannya berdasarkan kelebihan dan kekurangan dalam waktu yang telah disepakati bersama, untuk kemudian diimplementasikan dalam bentuk pengelolaan sumber daya alam dan manusia secara wajar, sesuai kebutuhan sehingga terciptalah masyarakat yang sehat sejahtera baik jasmani maupun rohani. Pola distribusi pembangunan ‘lumbung’ harus ditentukan oleh sistem tanah adat sebagai standar nilai pengembangan lingkungan agar perubahan lingkungan tidak merusak budaya yang terdapat di setiap ‘lumbung’.
Hal menarik dari ‘lumbung’ adalah bagaimana bangsa Indonesia memberikan makna hidup dengan mengolah semua kebaikan yang muncul baik dari hubungan antar sesama maupun lingkungannya. ‘Lumbung’ menunjukkan kehidupan bernegara pada interaksi fungsional kultural. Dimensi Pancasila pada lumbung menampakan ‘roh nya‘ dalam kerjasama yang dinamis dan mutual, kegiatan-kegiatan ekonomi yang kreatif, pandangan tentang dunia yang harmonis, sehingga dimensi tersebut berperan aktif mengembangkan budaya pada lumbung itu sendiri. Dari lumbung ini pula lahir kedaulatan rakyat untuk menegakkan negara, garis-garis besar haluan negara yang memuat anggaran pendapatan belanja rakyat serta dasar-dasar hukum yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian dalam ruang III, negara berfungsi melindungi kepentingan rakyat dengan kepemimpinan yang berpihak pada rakyat, membuat anggaran pendapatan negara yang sesuai dengan kebutuhan rakyat, serta membangun aturan-aturan hukum yang memperkuat komitmen mengangkat harkat dan martabat hidup rakyat.
Agar negara dapat menjalankan fungsinya dengan baik maka kapital pada ruang IV harus dikuasai oleh negara. Maknanya, segala macam kekayaaan alam yang terkandung dibumi Indonesia harus dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat dengan cara yang adil dan bertujuan mensejahterakan rakyat
Dari seluruh perjalanan dan pemaknaan hidup bangsa Indonesia yang diabstraksikan di atas, bisa dibayangkan revolusi kembali menjadi bangsa Indonesia memiliki potensi membawa kelahiran kembali sebuah bangsa, sehingga pada bila kembali pada ruang I setelah mengalami proses perjalanan kita dapat melihat bangsa Indonesia menemui dirinya sendiri sebagai sebuah bangsa yang adil dan sejahtera, berkarakter kuat karena dibangun dari kondisi budaya dan alam serta spritualitas dalam sebuah negara yang berdiri tegak diatas kedaulatan rakyat. Inilah keseimbangan dalam bangsa Indonesia yang ditandai adanya ekuivalensi antara keinginan untuk mengangkat harkat dan martabat kaum pribumi sebagai bentuk statis dengan keadilan dan kesejahteraan dalam bentuk dinamis sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
Bilamana Pancasila menampakan wajahnya dalam kearifan lumbung, fungsi negara yang membawa amanat rakyat, pengelolaan sumber – sumber daya alam yang wajar, Pancasila merupakan dasar bangsa Indonesia memberikan makna bagi kehidupan dan menjadi wujud kesempurnaannya. Menurut saya, Gagasan ‘lumbung’ untuk membangun keseimbangan dan kesempurnaan bagi bangsa Indonesia ini kelak akan menjadi embrio lahirnyanya ‘post modernism state‘ yang tidak pernah ada dalam belantara sistem ketatanegaraan manapun di dunia. Kebajikannya jauh melampaui negara modern yang dibangun peradaban barat melalui revolusi Perancisnya.
(Bersambung)
picsource : tvone