Oleh : Jacob Ereste

Tadi malam saya bermimpi ikut upacara 17 Agustus 2024 di IKN (Ibu Kota Negara) di Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Entah bagaimana mimpi itu begitu jelas dan serius maujud dalam imaginasi mimpi yang nyata. Tidak fiktif dan bukan khayalan.

Dalam mimpi indahku semalam sungguh aku tampil sangat meyakinkan terhadap banyak orang. Jas keren warisan leluhur yang jarang kupakai — kecuali saat naik kepelaminan dulu — itu kembali kekenakan dengan paduan kemeja terbaik dari pemberian seorang tokoh akvitis pergerakan — sebab pakaian itu akan memperkukuh sikap ketika berkesempatan berpidato di depan publik dengan tetap menyampaikan petuah-petuah yang benar secara obyektif terjadi dan sedang mendera nasib rakyat. Maka itu teks pembukaan UUD 1945 yang asli kuhafal di luar kepala agar dapat mengucur dan mengalir seperti darah rakyat yang menggelegak saat merenungkan makna kemerdekaan pada detik-detik yang sama pada 78 tahun silam.

Di dalam mimpiku semalam, suasana IKN sungguh wah, nyaris tak mampu digambarkan oleh seorang pelukis selevel maestro yang sudah melalui perubahan rezim sejak awal kemerdekaan dengan segenap pengalaman intelektual, kultural maupun spiritual yang tak mungkin bisa diperoleh sembarang orang.

Sikap pongah dan jumawa hampir tak pernah tampak, meski dalam goresan kuas dan palet yang dia gunakan melukis keindahan suasana termasuk situasi dan kondisi IKN yang sudah ada di dalam benaknya.

Aku terpana takjub, pada imajinasi karya seninya yang tertuang di dalam kanvas yang sungguh sangat sederhana, hingga sungguh berhasil meyakinkan bahwa karya lukisnya itu pun sedang ingin menunjukkan bahwa sikap sombong sebetulnya tidak perlu dipamerkan kepada publik.

Begitulah kemegahan IKN yang tampak dalam mimpiku semalam. Semua orang berdecak kagum terhadap perwujudan IKN yang tak pernah terbayangkan oleh akal sehat yang paling jenius sekalipun. Sehingga, sebagai monumen yang membanggakan tak hanya sebatas milik pribadi atau cuma sebatas untuk bangsa dan negara semata. Sebab IKN itu dalam mimpi saya semalam layak dan pantas untuk disebut sebagai monumen jagat raya termegah di awal abad ke-21 yang mampu membuat ketercengangan manusia di pelanet bumi.

Usai ikut upacara tujuhbelasan di IKN ini, dalam mimpiku semalam terus kembali ke Jakarta — menengok Ibu Kota Negara Republik Indonesia yang tampak merana — tempat bersejarah dari Proklamasi dinyatakan oleh Bangsa Indonesia — yang diwakili oleh Soekarno dan Mohammad Hatta.

Di jalan Proklamasi dan sepanjang jalan Pangeran Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, kulihat biasa-biasa saja. Tak ada yang berubah, termasuk kemacetan yang semakin meyakinkan orang bahwa Jakarta telah terlanjur menjajikan sejumlah harapan, seperti heroisme dari Monas (Monumen Nasional) yang tak mungkin dicabut, untuk dipindahkan juga ke Kutai Kertanegara.

Banten, 16 Agustus 2023
Kans Jawara

Tinggalkan Komentar