Oleh : Sobirin Malian, Dosen Fakultas Hukum Univeritas Ahmad Dahlan

Konsistensi sikap politik tampaknya tinggal wacana yang tidak akan membumi dalam praktik. Kenyataannya yang ditemui akhir-akhir ini adalah konsistensi hanyalah klaim kepentingan elite dan partainya. Konsistensi politik akan mengikuti kepentingan, sehingga sifatnya temporal dan tentu pragmatis.

Wacana tentang pentingnya konsistensi politik muncul mengikuti fenomena tatkala PKS tidak mendukung Anies Baswedan menjelang Pilkada DKI Jakarta juga dalam Pilkada di Sumatera Utara, PKS mendukung Bobby sebgaai opsi dukungan ketimbang incumbent H. Edy Rahmayadi. Presiden PKS dalam sebuah forum menyatakan mereka ingin (minta diajak) dalam koalisi besar KIM (Koalisi Indonesia Maju). Pernyataan itu menegaskan penilaian umum bahwa PKS pun akhirnya terjebak dalam pragmatisme politik – jelas ada inkonsistensi.

Dalam jagat perpolitikan Indonesia saat ini, benarkah konsistensi politik masih diperlukan, atau dianggap penting, atau bahkan dihargai dan dihormati? Pernyataan Hasto bahwa konsistensi politik itu penting tidak salah, namun kenyataannya justru hal sebaliknya kerap terjadi. Partai politik mudah berubah haluan tergantung ke arah mana angin politik terasa bertiup dan menguntungkan bagi partai politik itu.

Ketika Prabowo Subianto kalah dalam pilpres, Jokowi dan PDI-P memilih untuk merangkulnya ke dalam kabinet sembari membiarkan partai-partai pengusung Prabowo, yakni PAN, PKS, dan Demokrat, tetap di luar pemerintahan. Dengan mencabut lawan politik yang paling galak, presiden terpilih dan PDI-P merasa telah mengurangi kekuatan oposisi secara signifikan.

Merangkul lawan agar jadi sekutu apakah sikap politik yang konsisten? Sukar untuk mengatakannya ya, tapi langkah ini akan dianggap sah-sah saja sebagai upaya melemahkan potensi sikap-sikap kritis terhadap pemerintah selama lima tahun ke depan. Jika konsisten dengan sikap politiknya, Jokowi dan PDI-P akan membiarkan Prabowo dan Gerindra tetap di luar pemerintahan. Namun, kenyataannya, strategi politik mengalahkan konsistensi politik.

Begitu pula, bukankah selama ini partai-partai dengan ringan hati berpindah-tukar koalisi, yang semula sekutu lantas berpisah dan yang semula lawan lalu berteman? Dulu PAN berada di luar pemerintahan, kemudian tergoda bujukan untuk masuk ke Kabinet Kerja Jokowi, namun kemudian keluar lagi karena hendak mengusung Prabowo di pilpres 2019.

Inkonsistensi politik tampaknya sudah melekat dalam perilaku elite sehingga dianggap sebagai bentuk keluwesan atau kelenturan dalam berpolitik. Apa yang dilakukan PKS dengan meninggalkan Anies Baswedan dan bergabung ke koalisi KIM tampak lebih menyerupai upaya ‘mencari kue kekuasaan’ dan mengirim sinyal kepada pendukung (konstituennya) bahwa PKS tak mampu bertahan sebagai oposisi. Melepas baju oposisi kemudian bergabung dengan koalisi yang selama ini selalu “dimusuhi” menjadi sikap yang benar-benar mengecewakan pendukungnya – dan siap ditinggalkan konstituen.

Jadi, konsistensi sikap politik tampaknya tinggal wacana yang tidak akan membumi dalam praktik. Konsistensi politik akan mengikuti kepentingan, sehingga sifatnya temporal, pragmatis.

Beratnyat Konsistensi


Ajegnya seseorang dalam berpolitik dan tidak pindah-pindah partai menunjukkan kesetiaan dan konsistensi pada nilai dan ideologi politik yang diyakininya. Hal ini juga dapat mencerminkan bahwa seseorang tersebut memilih untuk fokus pada memperjuangkan aspirasi dan tujuan politiknya dengan cara yang konsisten, daripada hanya mencari keuntungan politik dengan berpindah-pindah partai.

Namun, perlu diingat bahwa keputusan untuk tidak berpindah partai bukanlah satu-satunya faktor yang dapat menentukan kesetiaan dan konsistensi seseorang dalam berpolitik. Seseorang juga harus tetap mengedepankan integritas dan etika politik, serta mampu beradaptasi dengan perubahan dan dinamika politik yang terjadi.

Penting juga untuk diingat bahwa berpolitik bukan hanya tentang kesetiaan pada partai atau ideologi tertentu, tetapi juga tentang mampu bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mencapai tujuan politik yang lebih besar dan menguntungkan bagi masyarakat. Oleh karena itu, seseorang yang tidak pindah-pindah partai tetap perlu mampu menjalin kemitraan dengan berbagai pihak untuk memperjuangkan kepentingan bersama.

Selain itu, ajegnya seseorang dalam berpolitik dan tidak pindah-pindah partai juga dapat mencerminkan bahwa seseorang tersebut memiliki keyakinan yang kuat pada ideologi dan prinsip politik yang dianutnya. Dalam konteks ini, seseorang atau Partai tersebut dapat dianggap sebagai politik yang memiliki integritas dan konsistensi, serta memiliki kesediaan untuk bertanggung jawab terhadap keputusan-keputusan politik yang diambil.

Di sisi lain, tidak ada jaminan bahwa seseorang yang tidak berpindah partai selalu memiliki kesetiaan dan konsistensi yang tinggi dalam berpolitik. Ada kemungkinan bahwa seseorang tersebut hanya mempertahankan diri di partai tertentu karena alasan-alasan yang tidak berhubungan dengan nilai dan ideologi politik, seperti kepentingan pribadi atau jaringan politik yang dibangun.

Selain itu, dalam situasi politik yang dinamis dan penuh tantangan seperti saat ini, terkadang seseorang perlu beradaptasi dengan perubahan situasi dan memilih untuk berpindah partai untuk memperjuangkan tujuan politik yang lebih besar. Dalam hal ini, keputusan untuk berpindah partai dapat dianggap sebagai tindakan yang rasional dan strategis, asalkan dilakukan dengan alasan yang jelas dan bertanggung jawab.

Fenomena Politikus Pindah Partai


Fenomena politikus pindah partai untuk mengejar kepentingan pribadi atau berpindahnya partai ke “kandidat” yang didukung seperti kasus PKS dan Anies Baswedan telah menjadi isu yang kontroversial dan kontemporer di dunia politik. Pindah partai dalam politik bukanlah hal yang baru, namun dalam beberapa tahun terakhir, fenomena ini semakin sering terjadi dan dilakukan oleh politikus dan partai dengan berbagai alasan.

Salah satu alasan yang paling umum adalah kepentingan pribadi atau kepentingan strategi partai. Dalam beberapa kasus, politikus pindah partai dan partai pindah dukungan untuk memperoleh keuntungan politik, seperti jabatan atau kekuasaan yang lebih besar, atau untuk mendapat dukungan dari kelompok tertentu yang lebih berkuasa di partai baru. Ada juga yang pindah partai karena alasan finansial, seperti mendapatkan dana kampanye yang lebih besar atau mendapat penghasilan yang lebih tinggi dari partai baru. Demikian juga partai yang beralih dukungan seperti PKS, alasan utamanya adalah agar mendapatkan kekuasaan (menjadi bagian dari penguasa).

Bagaimana pun, fenomena politikus pindah partai untuk mengejar kepentingan pribadi atau partai politik beralih dukungan demi kekuasaan ini sangat merugikan bagi masyarakat (konstituen) dan demokrasi. Hal ini dapat mengganggu stabilitas politik dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap politikus dan partai politik yang bersangkutan. Selain itu, tindakan politikus yang hanya memikirkan kepentingan pribadi atau partai yang hanya memikirkan partainya juga dapat menghambat pembangunan dan reformasi yang dibutuhkan masyarakat.

Oleh karena itu, diperlukan upaya “moral dan politik bernilai” untuk mengatasi fenomena politikus pindah partai untuk mengejar kepentingan pribadi atau kekuasaan. Partai politik harus memiliki regulasi yang ketat dan konsisten dalam menjaga integritas dan nilai-nilai, moral, ideologis partai.

Menjadi hal penting, masyarakat harus memilih dan mendukung politikus dan partai yang memiliki rekam jejak yang baik dan konsisten dalam memperjuangkan aspirasi rakyat dan menghindari dukungan pada politikus yang hanya memikirkan kepentingan pribadi dan partai yang sekadar mengejar kekuasaan.

Dalam menjaga “nilai” demokrasi kepentingan pribadi harus dihindari dan partai politik harus memprioritaskan nilai-nilai ideologis dan aspirasi rakyat dalam setiap opsi politik yang diambil.

Hal ini penting untuk menjaga stabilitas politik, membangun demokrasi yang sehat, dan memperjuangkan kepentingan masyarakat secara menyeluruh.

Konsistensi dan Integritas

Integritas adalah salah satu kata kunci yang sering kita dengar dalam berbagai konteks, baik dalam dunia politik, bisnis, pendidikan, maupun kehidupan sehari-hari. Kata ini memiliki arti yang sangat penting dan mencerminkan sebuah sifat atau karakter yang menjadi dasar dalam menjalani kehidupan. Integritas tidak hanya sekedar berarti kejujuran, tetapi juga mencakup komitmen untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral dan etika yang dianut, serta menjunjung tinggi prinsip kebenaran dan keadilan. Dalam artikel ini, yang ditekankan lebih lanjut mengenai apa yang dimaksud dengan integritas, mengapa integritas sangat penting, serta bagaimana mengembangkan dan menjaga integritas dalam kehidupan sehari-hari.

Integritas (juga konsistensi) dapat diartikan sebagai keselarasan antara kata dan perbuatan seseorang. Seseorang yang memiliki integritas akan berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang diyakininya, tanpa melibatkan diri dalam tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut. Dalam integritas melibatkan aspek-aspek seperti kejujuran, keberanian, konsistensi, dan tanggung jawab. Seorang yang memiliki integritas akan berani bertindak sesuai dengan apa yang diyakininya, meskipun terkadang tindakan tersebut mungkin tidak populer atau menghadirkan konsekuensi yang sulit.

Integritas memiliki peran yang sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam dunia bisnis, integritas menjadi kunci utama untuk membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dan mitra bisnis. Sebuah partai politik yang berintegritas akan mampu membangun kepercayaan dan reputasi yang baik di mata konsituennya. Selain itu, integritas juga menjadi faktor penentu dalam mencapai kesuksesan dalam karir. Seorang profesional yang memiliki integritas akan dihormati dan diandalkan oleh rekan kerja dan atasan, karena mereka dapat diandalkan untuk bertindak dengan jujur dan adil.

Di dunia politik, integritas sejatinya menjadi landasan yang penting. Seorang politisi atau partai politik yang memiliki integritas akan menunjukkan kejujuran dalam mengerjakan tugas, amanah, dan pengabdiannya. Mereka tidak akan melakukan tindakan yang dapat membuat konstituennya kecewa dan pergi meninggalkannya. Mereka menghargai nilai-nilai demokrasi dan menghormati konstituennya dengan baik. Integritas juga mencakup tanggung jawab untuk menghormati peraturan dan norma-norma yang berlaku di dunia politik.

Mengembangkan dan menjaga integritas dalam kehidupan sehari-hari tidaklah mudah, tetapi hal ini sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang bermakna dan sukses. Pertama-tama, penting untuk memiliki kejelasan mengenai nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang kita yakini. Mengetahui apa yang benar dan salah, serta memahami konsekuensi dari tindakan yang kita ambil, akan membantu kita dalam mengambil keputusan yang tepat dan bertindak sesuai dengan integritas.

Selain itu, komitmen dan konsistensi juga menjadi kunci dalam menjaga integritas. Kita perlu konsisten dalam bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang kita yakini, bahkan dalam situasi yang sulit atau penuh tekanan. Tidak mengambil jalan pintas, mengkhianati konstituen adalah bagian dari komitmen kita untuk menjunjung tinggi integritas. Selain itu, penting juga untuk menghargai dan menghormati integritas orang lain, dengan tidak mempengaruhi atau memanfaatkan kelemahan mereka untuk keuntungan pribadi dan partai.

Integritas bukanlah sesuatu yang dapat kita pilih untuk memiliki atau tidak. Integritas adalah sifat yang harus kita kembangkan dan jaga dengan sungguh-sungguh. Dengan memiliki integritas, kita akan membangun hubungan yang kuat, mencapai kesuksesan dalam karir, dan menjalani kehidupan yang bermakna. Oleh karena itu, mari bersama-sama mengembangkan dan menjaga integritas dalam kehidupan kita, sehingga kita dapat menjadi individu yang jujur, adil, dan dapat diandalkan.

Penutup

Integritas adalah salah satu nilai yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kata ini berasal dari bahasa Latin, yaitu “integer” yang berarti utuh atau tidak rusak. Dalam konteks manusia, integritas mengacu pada kualitas moral dan etika yang melibatkan kejujuran, konsistensi, dan sikap bertanggung jawab. Seseorang atau partai politik yang memiliki integritas dianggap memiliki prinsip dan nilai-nilai yang kuat, serta mampu menjaga kejujuran dan konsistensi dalam segala tindakan dan perkataannya. Tentu sangat mengecewakan jika ada partai politik yang in-konsisten dan jauh dari nilai integritas.

Kans Jawara

Tinggalkan Komentar