Yogyakarta, Kansnews.com – Sastra Bulan Purnama (SBP), merayakan hari jadinya yang ke 13 tahun pada Sabtu sore (26/10/2024) di halaman ‘’Museum Sandi’’ Kotabaru, Yogyakarta.
Acara yang dimeriahkan dengan potong tumpeng tersebut merupakan edisi ke 157 kali temu sastrawan SBP di Yogyakarta. Menampilkan para pembaca cerpen dari buku kumpulan cerpen ‘’Cerita dari Museum’’. Cerpen yang ditulis oleh 45 cerpenis SBP dibacakan secara bergantian oleh para pembaca yang ditunjuk, menyemarakkan event yang digelar.
Ons Oentoro, pendiri Sastra Bulan Purnama ketika diwawancarai Kansnews.com menyatakan, “Selama 13 tahun SBP berdiri, telah membangkitkan semangat para penulis sastra puisi dan cerpen, terutama yang berusia 45 tahun ke atas,’’ kata Ons Oentoro.
‘’Disadari, sejak masuk ke era media digital saat ini, ruang yang disediakan oleh media mainstream terasa semakin sempit untuk karya-karya sastra,’’ imbuhnya.
‘’Oleh karena itu forum SBP telah menjadi tempat atau media alternatif yang amat kondusif bagi para penulis sastra untuk mengaktualisasikan karya-karya mereka, ketimbang memanfaatkan media cetak,’’ tambahnya lagi.
Meskipun demikian, SBP tetap mengadakan live streaming setiap kali acara ke Youtube.
Menurut Ons Oentoro, medium temu sastrawan SBP telah menumbuhkan gairah para sastrawan untuk terus menulis.
‘’Kami biasanya menerima karya sastra sampai ratusan setiap edisi temu SBP. Itu cermin dari gairah yang terus tumbuh. Nah, untuk itu kami selalu melakukan seleksi karya mana yang layak ditampilkan,’’ tegas Ons.
Ons juga menyayangkan semakin sempitnya ruang yang disediakan oleh media mainstream untuk karya-karya sastra.
‘’Menyadari itu, SBP tidak melakukan pembatasan genre karya tulis. Kami bebaskan. Agar semua bisa merasakan manfaat dari ruang bebas karya sastra yang kami ciptakan,’’lanjutnya.
Ons menyetujui bahwa pusat-pusat kebudayaan jangan terpusat. Dia harus terpisah-pisah di banyak wilayah. Ons juga menyarankan dilakukan sesering mungkin pertemuan antar komunitas sastra, sebagai bentuk dari silaturahmi para penulis seperti yang terjadi di Yogyakarta.
‘’Para penulis sastra di SBP juga berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Aceh, Lampung, Jawa Tengah, Jakarta, Jawa Timur dan daerah lain di Indonesia. Istimewanya, mereka datang dengan biaya sendiri.’’
Disinggung mengenai upaya SBP untuk menyebarkan minat sastra di masyarakat seperti sekolah dan kampung-kampung, Ons menyatakan hal itu pernah diupayakan.
‘’Tetapi untuk wilayah sekolah rupanya sudah ada komunitas sastra lain yang menggarap. Tentunya SBP menghindari adanya komunitas ganda yang menggarap di wilayah yang sama,’’ kenangnya.
Ons menambahkan, keunikan SBP adalah beragamnya para penulis sastra yang bergabung dan mengirimkan karyanya.
‘’Jadi tidak hanya para penyair atau sastrawan, tapi juga bergabung para akademisi – guru besar, dosen, intelektual dan para dokter yang kebetulan pandai membuat puisi, serta banyak profesi lainnya,’’jelas Ons.
‘’Para penulis yang beragam tersebut terlihat amat menikmati ruang bebas yang disediakan oleh SBP. Hal inilah yang akan SBP terus kembangkan,’’ pungkas Ons Oentoro.(p17)