Beberapa bulan terakhir, rutinitas istri saya berubah. Setiap hari, ia merawat wajah, tangan, dan bagian tubuh lainnya dengan kapas yang dibasahi minyak jarak. Usianya yang tak muda tidak menghalanginya untuk bersemangat dalam merawat kulitnya. Dengan perlahan, kapas penuh minyak jarak yang ia gunakan membawa serta kotoran-kotoran yang melekat di kulitnya, membuka pori-pori yang tersumbat.
Di sini saya hendak memberi kabar baik bagi para suami: eksperimen ini ternyata berhasil mengurangi kerutan halus yang muncul pada istri yang terus menua seiring waktu. Bisa dibilang, minyak jarak ini telah menjadi senjata andal istri saya dalam menaklukkan tanda-tanda penuaan. Dia sudah mengenyahkan beragam jenis larutan kecantikan yang sebelumnya dia beli dengan harga mahal.
Terpancing oleh rasa penasaran dan sedikit rasa ingin tahu ala detektif, saya pun mulai menelusuri asal-usul minyak jarak yang menjadi “booster” kecantikan baru dalam rumah tangga kami ini. Dalam sebuah penelusuran Internet, saya menemukan fakta mengejutkan mengenai minyak yang diidolakan sebagai “minyak emas” tersebut di situs quranicplants.com.
Di situs web itu tertulis, “According to some authorities, the Qur’ānic word yaqṭīn refers to the castor oil plant, Ricinus communis”. Bahkan, tanaman jarak tercatat sebagai tanaman paling beracun di dunia menurut Guinness World Records. Sungguh ironis: dari tanaman beracun, minyaknya malah bisa menjadi teman setia para istri untuk merawat kulit. Bagaimana bisa?
Menariknya, nama “yaqṭīn” (يقطين) disebut dalam Al-Qur’an, tepatnya di Surah Ash-Shaffat ayat 146. Ayat ini bercerita tentang Nabi Yunus yang, setelah dikeluarkan dari perut ikan, dilindungi di bawah naungan pohon yaqṭīn yang menyejukkan dan menyehatkan. Jika pendapat ini benar, dan yaqṭīn memang pohon jarak, bayangkanlah seolah Al-Qur’an telah memberi kita petunjuk tentang tanaman yang tidak hanya mampu merawat kulit, tetapi juga memiliki nilai pengobatan yang lain.
Namun, di balik keindahan cerita ini, perlu diingat bahwa yaqṭīn masih menjadi perdebatan di kalangan ahli tafsir. Pada umumnya ulama tafsir meyakini bahwa yaqṭīn mengacu pada labu (jenis tumbuhan dengan daun lebar yang mampu melindungi dari panas). Bagaimana pun, “pohon jarak” ini menyimpan sejuta manfaat yang, bagi beberapa pihak, layak dibahas lebih lanjut.
Tak sekadar cerita rakyat, minyak jarak memang memiliki banyak manfaat medis. Di luar dugaan, minyak yang diekstrak dari biji jarak ini memiliki sifat antioksidan dan anti-inflamasi yang dapat membantu mencegah keriput dan mengatasi jerawat. Khasiat lainnya termasuk melembapkan kulit dan menghilangkan bekas luka. Untuk pijat, inilah minyak yang paling disarankan.
Beberapa riset dan penelitian akademis yang terbukti (proven) menunjukkan bahwa minyak ini bisa meringankan sembelit hingga sakit perut, mengatasi ambein, dan bahkan mengurangi nyeri artritis. Namun, caranya bukan diminum. Cukuplah minyak yang agak lengket ini diusapkan ke bagian tubuh yang nyeri atau yang hendak diobati. Di sinilah ironinya: tanaman paling beracun di dunia justru memberi kita ramuan yang penuh manfaat!
Dalam dunia kecantikan, minyak jarak sering digunakan dalam produk perawatan rambut dan kulit karena mengandung asam ricinoleic, yang dapat menyeimbangkan kadar minyak alami kulit, sehingga cocok bagi mereka yang ingin mengurangi minyak berlebih atau memperbaiki tekstur kulit. Dan, ya, inilah yang secara perlahan membantu istri saya mengurangi kerutan di wajahnya.
Di Indonesia, tanaman jarak sebenarnya pernah digadang-gadang sebagai “pahlawan energi hijau.” Di awal tahun 2000-an, tanaman ini dijadikan alternatif bahan bakar minyak atau biofuel, yang dapat diolah sebagai pengganti solar. Sayangnya, meski proyek ini sempat menghebohkan, ternyata penggunaannya tidak berkembang luas. Biaya produksi yang tinggi serta teknologi yang masih terbatas membuat “mimpi hijau” ini terhambat.
Namun, bayangkan potensi yang dimiliki tanaman ini jika kita kembali mengolahnya. Dengan berhektar-hektar tanah subur yang mampu menopang tanaman jarak, Indonesia sebenarnya bisa merintis jalan menuju swasembada energi yang ramah lingkungan. Minyak jarak bukan hanya untuk kecantikan atau kesehatan saja; ia bisa menjadi energi baru yang bersih, meski jalan menuju ke arah itu masih panjang dan berliku.
Apakah yaqṭīn dalam Al-Qur’an benar-benar merujuk pada pohon jarak atau bukan, diskusi ini mungkin tak akan selesai dalam waktu dekat. Tetapi yang jelas, pohon ini menyimpan potensi luar biasa. Dari manfaat kecantikan, anti-penuaan, hingga alternatif bahan bakar, pohon jarak mengingatkan kita pada dualitas kehidupan: tanaman yang beracun ternyata bisa menyembuhkan, dan yang sederhana bisa memiliki dampak besar.
Jadi, saat istri saya terus merawat kulitnya dengan minyak jarak, mungkin saya akan tetap memikirkan ironi menarik ini. Bagaimana sesuatu yang kelihatannya kecil dan sederhana ternyata menyimpan manfaat dan kekuatan yang jauh lebih besar dari yang kita duga. Tak salah jika saya yakin, itulah salah satu mukjizat ilmiah yang dapat kita temukan dalam Al-Qur’an.
Cak AT – Ahmadie Thaha
Ma’had Tadabbur al-Qur’an, 10/11/2024