Puisi Marlin Dinamikanto
Duka tak pernah sampai ke mulut singa yang sedang berpesta. Mata memang terbuka, tapi hati tertutup katarak. Tak melihat payung hitam bertebar di seberang istana. Pun telinga tersumpal nanah beku. Congek !!! Enggan mendengar ratapan ibu-ibu yang kehilangan anaknya
Mungkin kalian anggap aksi kamisan hanya risau yang berkecipak seperti ikan berenang di aquarium yang keruh. Tapi begitulah rasa keadilan. Terus berdetak di jantung kaum papa yang tidak pernah hilang harap. Suatu saat sejarah mencatat. Menjebol ingatan. Ini bukan tentang mimpi buruk. Ini tentang penyalahgunaan kekuasaan yang akut membunuh jiwa manusia
Mimpi buruk bisa segera dilupakan. Tapi bukan ketika ribuan korban dipaksa hilang ingatan. Dipaksa merelakan keluarganya yang hilang. Dipaksa menatap pusara anaknya yang tewas ditembak saat berjuang untuk kebaikan. Dipaksa ikhlaskan rumah sawah dan ladang untuk bisnis orang-orang kaya dan penguasa atas nama proyek strategis nasional. Dan banyak lagi holokaus yang membuat kami hidup bersama mimpi buruk yang panjang.
Di seberang istana yang megah ini. Kami akan terus merawat ingatan. Tentang masa lalu, atau bahkan masa kini yang kelam. Tidak !!! Kami mungkin bisa memaafkan. Tapi tidak melupakan..
Jakarta, 19 November 2024