Wawancara Tazbir Abdullah, mantan Kepala Dinas Kebudayaan DIY, mantan Ketua HIMA Yogyakarta.
Yogyakarta, Kansnews.com – Disela-sela acara Musyawarah dan Pemilihan Pengurus baru HIMA (Himpunan Masyarakat Aceh) Yogyakarta di Ndalem Sekarsuli pada Minggu (28/09), Kansnews.com sempat mewawancarai Tazbir Abdullah,SH.,MHum., mantan Kepala Dinas Kebudayaan DIY periode 2007-2014 dan mantan Direktur Promosi Pariwisata Dalam Negeri Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Putra Aceh yang berdomisili di Yogyakarta juga pernah lama menjadi pengurus HIMA, pernah menjadi ketua dan sampai kini bersama beberapa orang sesepuh Masyarakat Aceh di Yogya bertindak selaku Dewan Pembina HIMA Yogyakarta. Kini ia juga menjadi Pengamat Pariwisata dan perfilman DIY, serta penasehat di KADIN DIY.
Berikut di bawah ini petikan wawancaranya :
Bagaimana komentar dan harapan bapak terhadap kepengurusan HIMA yang baru?
Saya ucapkan selamat untuk Ketua dan Kepengurusan baru HIMA Periode 2025-2028. Semoga ke depan HIMA bisa lebih maju lagi.
Bisa diceritakan sejarahnya, bagaimana dulu HIMA Yogyakarta ini berdiri?
Organisasi HIMA di Yogyakarta ini sudah lama sekali berdiri. Kebetulan salah satu pendirinya adalah kakek saya alm Prof Hasbi Asshiddiqie, yang waktu itu menjadi dosen IAIN Sunan Kalijaga pada sekira tahun 1968. Dan alhamdulillah HIMA Yogyakarta masih eksis sampai sekarang.
HIMA ini sendiri didirikan sebagai organisasi untuk orang Aceh yang tinggal di Yogya khusus bagi mereka yang sudah berkeluarga. Bagi yang masih mahasiswa atau pelajar ada organisasi Taman Pelajar Aceh (TPA) dan sekarang HIMPASAY (Himpunan Mahasiswa Pasca Sarjana Yogyarta).
Anggota HIMA selain Masyarakat Aceh, juga bergabung mereka yang bukan orang Aceh tapi pernah lama tinggal atau berdomisili di Aceh, dan sekarang berdomisili di Yogyakarta dan sekitarnya. Itu silakan bergabung. Uniknya, dulu ada HIMA khusus laki-laki, dan untuk wanita ada HIMAWATI. Kaum pria dulu hanya mengantar para Nyonya ke pertemuan atau arisan HIMAWATI. Namun pada perkembangannya sekarang hanya ada HIMA saja, HIMAWATI ditiadakan.
Anggota HIMA di Yogyakarta memang kebanyakan berprofesi sebagai pengajar atau dosen. Ada juga beberapa pegawai dan usahawan serta mereka yang sudah pensiun lalu tinggal menetap di Yogyakarta. Tapi dengan catatan para usahawan di HIMA Yogya tidaklah sehebat para saudagar Aceh di Jakarta. Hal itu tidak bisa dibandingkan.

Saya senang HIMA bisa berjalan dengan baik estafetanya, karena saya pun dulu cukup lama menjadi Ketua dan sekretaris HIMA Yogyakarta, belasan tahun lalu.
Manfaat organisasi kedaerahan seperti HIMA ini amat banyak bagi mereka yang hidup dirantau, sebagai ajang silaturahmi dan mempererat persahabatan/kekeluargaan. Kegiatannya antara lain bisa mengadakan syawalan, buka Bersama, Maulid dan lain-lain.
Saya juga sebetulnya punya usulan agar HIMA nanti bisa punya kegiatan tambahan.
Banyak mungkin yang Ingin mengetahui sejarah berdirinya Asrama putri Cut Nyak Dhien?
Sejarah Bale Gadeng untuk asrama mahasiswa putri Aceh itu dulu Ketika Sultan Hamengkubuwono ke IX memberi sebidang tanah luas di Kawasan Sagan kota Yogyakarta. Luasnya bahkan sampai ke lahan asrama putri Ratnaningsih UGM yang sekarang. Tapi Masyarakat Aceh di Yogya hanya mengambil separuh saja dari luas tanah yang diberikan dan itulah lahan yang sekarang berdiri Asrama Putri Bale Gadeng di Sagan, Yogyakarta.
Untuk pengelolaan asrama, Ketika itu ada 6 orang tokoh Aceh di Yogya mendirikan Yayasan Asrama Putri Cut Nyak Dhien. Hebatnya, anggaran pembangunan Asrama Putri Cut Nyak Dhien waktu itu berasal dari dana swadaya Masyarakat Aceh di Yogyakarta.
Dengan lokasi yang begitu strategis, berarti HIMA Yogya bisa lebih mengoptimalkan aula Bale Gadeng?
Ya, oleh karena itu dengan lokasi yang strategis, maka kiranya bisa dilakukan kegiatan tambahan yang bervariasi bagi Masyarakat Aceh di Yogyakarta. Misalnya, untuk melaksanakan Festival Kuliner Aceh setiap tahun dengan lokasi di Bale Gadeng. Mungkin juga setiap tahun diundang para pejabat bupati dari berbagai kabupaten di Aceh untuk hadir meramaikan event tersebut. Hal itu anggap saja sambil mengajari anak-anak kita agar bisa belajar menjadi enterpreneur. Juga beberapa kegiatan kreatif yang lain.
Gedung Aula Bale Gadeng itu juga bisa dijadikan tempat resepsi pernikahan dengan 500 orang undangan.
Selama ini operasional asrama terutama listrik dibayar sendiri oleh para mahasiswa yang tinggal di sana. Hanya saja Pemda Aceh pernah melaksanakan 2 kali rehab untuk Asrama Putri Cut Nyak Dhien di Bale Gadeng. Para mahasiswa itu sendiri tinggal di asrama dengan gratis.
Apa harapan bapak kepada Pemda Aceh khususnya bagi Asrama Putri Cut Nyak Dhien?
Jadi Asrama Cut Nyak Dhien itu memang bukan milik Pemda Aceh, tapi milik Yayasan Asrama Putri Cut Nyak Dhien. Namun ke depan bisa saja bekerjasama lebih lanjut dengan Pemda Aceh.
Baru-baru ini Sekda Aceh datang berkunjung ke Asrama Bale Gadeng dan berjumpa saya.
‘’Saya katakan, kalau bisa pak Gubernur Aceh datang menemui Sultan Hamengkubuwono ke X dan mengusahakan agar tanah Bale Gadeng itu diberikan ke Pemda Aceh. Dengan maksud agar pengelolaannya bisa langsung diurus oleh Pemda Aceh. Itu kalau memungkinkan,’’ kata Tazbir mengakiri wawancara.(p17)