(Seni Mengendalikan Kekuasaan dalam Tradisi Sun Tzu dan Shaolin)
Oleh: Indra Adil
Eksponen Gema IPB 77/78
“Keunggulan tertinggi adalah menaklukkan musuh tanpa bertempur.”
-Sun Tzu, The Art of War-
1. Dari Sun Tzu ke Istana Negara
Nama Sun Tzu sudah lama menyeberangi batas zaman. Ia bukan sekadar Jenderal, melainkan seorang Filsuf Perang yang mengajarkan : “Kemenangan bukanlah soal siapa yang lebih kuat, melainkan siapa yang lebih jernih membaca situasi.”
Di abad ke-6 sebelum Masehi, Sun Tzu hidup dalam kekacauan politik negeri Tiongkok, ketika kerajaan-kerajaan kecil saling menjatuhkan. Dalam kekacauan itu, ia menemukan Hukum Abadi Perang : “Mengalahkan Tanpa Bertarung.”
Kini, dua setengah milenium kemudian, seni itu tampaknya menemukan panggung barunya di Istana Negara Republik Indonesia. Dan sosok yang memainkannya adalah Jenderal (Purn.) Prabowo Subianto.
2. Di Bawah Bayang-bayang Gank Solo
Ketika baru dilantik sebagai Presiden, Prabowo tidak langsung memegang Kendali penuh. Sebagian besar Struktur Kekuasaan masih dikuasai oleh kelompok lama, jaringan politik, ekonomi, hukum, dan media yang selama ini memang telah mereka kuasai lebih dari satu dekade. Kelompok Lama tentu saja Kelompok Jokowi atau lebih dikenal sebagai Gank Solo.
Sebagai mantan Prajurit dan Murid Sejarah, Prabowo tahu bahwa melawan langsung berarti Bunuh Diri Politik. Ia memilih jalan Sun Tzu : menunggu, mengamati, dan menggunakan kekuatan lawan sebagai umpan balik.
Bagi sebagian pengamat, hal itu tampak seperti kelemahan. Tapi bagi mereka yang paham strategi, itu adalah panggung awal “Perang Tanpa Peluru”.
3. Akting Politik dan Kesabaran Militer
Ujian pertama datang ketika ia “diminta” menghadap mantan Presiden Jokowi untuk membicarakan susunan kabinet. Situasi yang bagi banyak orang akan terasa sebagai penghinaan. Namun Prabowo menjawabnya hanya dengan Senyum. Ia menerima masukan tentang susunan kabinet, mengakomodasi sejumlah nama titipan, menerima figur-figur rekomendasi lawan politik, bahkan menunjuk Ajudan Pribadi yang bukan pilihannya sendiri. Bagi lawan, ini tampak sebagai tanda tunduk. Padahal justru di situ letak Jebakannya: ia sedang meminjam Tangan Lawan agar Lawannya menulis Skenario Kejatuhannya Sendiri.
4. Ketika Tekanan Menjadi Vaksin
Serangan pun datang bertubi-tubi : isu tambang Raja Ampat, skandal Subsidi Gas, Kebijakan Ekonomi yang dikacaukan Orang Dalam sendiri, hingga Mutasi Militer di luar jalur Komando Presiden. Namun semua itu dijawab Prabowo dengan Ketenangan. Tak ada Ledakan, tak ada Reaksi Emosional yang sering menguasai Prabowo selama ini.
Para lawan politik lupa, Prabowo sudah ditempa 5 tahun di bawah tekanan Jokowi, sebuah latihan Psikologis yang membentuk Daya Tahan luar biasa. Apa yang dulu menyakitkan kini menjadi Imun.
Dalam istilah medis-politik : “Tekanan berulang-ulang mengubah Racun menjadi Vaksin.”
Dan ketika kemenangan elektoral datang, hormon Dopamin, Serotonin, dan Endorfin berpadu menciptakan Kondisi Mental yang Stabil yang berlanjut dengan Kondisi Fisik yang Kuat. Ia bukan hanya Pemenang Politik, tapi juga Pemenang Biologis, hal yang tak tertangkap oleh Lawannya.
5. Jurus Pendekar Mabuk
Dalam legenda Tiongkok, ada satu perguruan silat unik bernama Kaypang, perguruan kaum Pengemis yang memiliki jurus-jurus silat unik yang disesuaikan dengan tubuh mereka yang pada umumnya kurus-kurus dan kecil. Salah satunya Jurus “Pendekar Mabuk”, di samping Jurus “Tongkat Penggebuk Anjing” yang sangat disegani dan ditakuti itu. Gaya bertarungnya tampak kacau, seperti Orang Mabuk, seolah Kehilangan Keseimbangan. Namun sesungguhnya, Setiap Gerak merupakan Tipuan yang Mematikan.
Filosofinya sederhana : “Buat lawan percaya bahwa kamu lemah, agar mereka membuka semua jurus. Begitu celah terbuka, serangan balik datang tanpa mereka sadari.”
Kini, Prabowo memainkan jurus itu dengan cermat. Ia tampak akomodatif, tampak lunak, bahkan kadang tampak lelah dan kacau, padahal sejatinya ia sedang Mengendalikan Pusaran.
“Di tengah kekacauan, selalu ada peluang.”
-Sun Tzu-
6. Dari Shaolin ke Politik Kekuasaan
Bodhidharma, biksu India yang menjadi pelopor Shaolin, pernah mengajarkan bahwa kekuatan sejati bukan terletak pada otot, tapi pada kesadaran. Tubuh boleh tampak limbung, tapi batin harus tetap tegak.
Inilah prinsip yang kini menjelma dalam politik Indonesia :
“Kemenangan sejati bukan pada gebrakan, tapi pada keseimbangan.”
Prabowo tampak memahami betul. Ia membiarkan badai berputar di luar, sementara di dalam dirinya, angin justru diam. Itulah inti dari Jurus Pendekar Mabuk : “Limbung di luar, tenang di dalam.”
7. Pendekar Limbung yang Mengendalikan Badai
Kini satu per satu jebakan justru berbalik arah. Kebijakan ekonomi mulai terkendali, loyalitas TNI diperkuat, bahkan lawan-lawannya mulai Kelelahan menebak arah langkahnya.
Dan di saat wajah Jokowi tampak letih mempertahankan konsistensi, Prabowo justru semakin bugar. Ia tahu, waktu adalah sekutu terbaik seorang pendekar.
Dalam istilah Sun Tzu :
“If you wait by the river long enough, the bodies of your enemies will float by.”
“Jika engkau cukup sabar menunggu di tepi sungai, tubuh musuhmu akan hanyut sendiri.”
8. Penutup : Mabuk Strategi, Bukan Mabuk Kuasa
Politik Indonesia sedang menyaksikan bab baru Seni Kekuasaan. Dan di panggung itu, Prabowo tampil bukan sebagai Penguasa Temperamental, melainkan Pendekar Strategi yang memahami batas antara Ambisi dan Kehancuran.
Ia bukan sedang Mabuk Kuasa. Ia sedang mabuk strategi jurus Sun Tzu yang menemukan versi modernnya di tangan seorang Prajurit Tua dari Nusantara.
Bravo Prabowo!!!
Pendekar limbung yang menari di tengah badai, sambil menunggu musuhnya jatuh oleh langkah-langkahnya sendiri.
Jumat, 17 Oktober 2025
Dangung-Dangung, Limapuluh Koto.
