Yogyakarta, Kansnews.com – Minggu, (14/12) menjadi momen penting bagi Tukar Akar. Komunitas sastra yang sudah 2 tahun berjalan ini kembali menyelenggarakan kegiatan sastra berkolaborasi dengan Gramedia Pustaka Utama bertempat di Omah Petroek, Karang Klatak, Kaliurang. Acara yang berlangsung 3 jam ini dihadiri sekitar 10 peserta lebih. Rencana awal di taman, tapi karena hujan semakin deras, lokasi dipindah di perpustakaan. Imbasnya, kegiatan baru bisa dimulai pada 14.30 siang.

Acara berlangsung kondusif. Gramedia diwakili Anti memberi sambutan sekaligus penanda dimmulainya acara. Dalam sambutannya, Anti mengapresiasi kinerja kesepuluh panitia Tukar Akar yang terbagi dalam beberapa tugas seperti meja registrasi, live report, konsumsi, runner, dokumentasi, dan perekap. Sambutan hanya singkat, tidak sampai 5 menit.

Selanjutnya, sesi baca hening selama 30 menit. Peserta yang sudah sejak datang membawa buku bacaan pribadi, langsung hikmat membaca. Sedangkan mereka yang tidak membawa, panitia telah menyiapkan sejumlah rekomendasi bacaan di meja registrasi. Peserta cukup memilih dan panitia mencatat judul yang dipinjam.

30 menit berlalu, sesi diskusi menjadi pelengkap dari proses pembacaan selama sesi baca hening. Peserta mengemukakan gagasan dan cerita pengalaman personal yang relevan dengan apa yang dibaca. Kei Kurnia, selaku pewara accara dari Tukar Akar memandu dengan profesional. Peserta juga hilir mudik mengambil jatah konsumsi dan para panitia ramah mempersilakan.

Sesi diskusi hanya sampai pukul 16.00 karena ada sesi istimewa dari Romo Sindunata. Penulis Novel Anak Bajang Penggiring Angin dan pengelola Omah Petroek itu menyampaikan ucapan terima kasih sekaligus mengajak para panitia juga peserta untuk berkeliling bersama. Banyak koleksi dari Omah Petroek yang beliau jelaskan selama berkeliling. Mulai dari patung para tokoh seperti Joko Pinurbo, Soekarno, Ki Hajar Dewantara, dan masih banyak lagi. Menariknya, Omah Petroek ini mengoleksi beragam literatur yang langka, di antaranya naskah asli pedoman pemilu 1955, naskah Panccasila yang menjadi upaya edukatif Majalah Basis pada 1951, buku-buku filsafat dan kitab kuno, serta lain-lain lagi. Tidak hanya itu, Omah Petroek juga mengoleksi mesin ketik Dows Deccker atau Dr. Cipto Mangun Kussumo, wayang, berbagai lukisan serta benda-benda warisan lainnya.

Desain Omahh Petroek memadukan naturalistik, tradisional, dan modern. Konsep tata ruangnya semi terbuka. Aneka tumbuhan seperti mahoni dan bambu dilengkapi kolam yang dialiri mata air, menjadi sumber kesejukan.

Sejam berlalu. Kegiatan bulanan dari Gramedia itu diakhiri dengan menuliskan harapan literasi pada kanvas dengan spidol. Peserta bergiliran menuliskan harapannnya sambil saling berkenalan dan beramah-tamah. (isp)

Advertisement
Previous articleMahkota Putih Menutupi Kemunafikan
Next articlePil Hasrat

Tinggalkan Komentar