https://situsbudaya.id/

Oleh : Hendrajit

Beberapa kawan netizen mewartakan kabar gembira. Putra-putrinya diterima di perguruan tinggi. Ada yang dapat perguruan tinggi negeri, ada juga perguruan tinggin di mancanegara. Untuk itu saya ucapkan selamat dan ikut berbagi kegembiraan dan kebahagiaan.

Namun pagi ini, saya mau kontemplasi sekilas mengenai sistem pendidikan kita saat ini. Setelah membaca buku karya Neil Postman, the End of Education, Redefining the Value of School.

Ironi pendidikan saat ini, bukannya sekolah yang kemudian membentuk karakter masyarakat. Justru seringkali muncul pertanyaan sinis: Publik atau masyarakat macam apa sekarang ini yang telah telah membentuk sistem persekolahan kita?

Masyarakat konglomerat yang memperturutkan hati kegemaran untuk berbelanja? Kelompok massa yang pemarah, tak berjiwa dan tak bertujuan? Warga masyarakat pada umumnya yang acuh tak acuh dan kebingungan?

Ataukah sistem persekolahan kita yang terbentuk karena masyarakat yang percaya diri, tahu makna tujuan dari pendidikan, menghargai proses belajar-mengajar, dan rasa toleransi dan kepedulian sosial?

Inilah pertanyaan-pertanyaan yang tak mungkin dijawab oleh komputer maupun serangkaian tes ujian masuk berdasarkan tolok-ukur sistem persekolahan kita yang baku selama ini.

Dalam kaitan ini, Neil Postman punya tips bagus. Dalam menjalani aneka kegiatan dan aktivitas, janganlah sekadar bertumpu pada motivasi.

Tapi atas dasar pertimbangan dan alasan. Sebab motivasimu bisa saja hari ini begitu kuat, namun bisa saja besok sudah melempem dan memble. Apakah aktivitasmu akan berhenti gara gara motivasimu luntur? Kalau kamu punya pertimbangan dan alasan atas apa yang kamu lakukan, berarti punya tujuan. Maka tujuanlah yang akan menggerakkanmu terus beraktivitas meski tidak lagi punya motivasi.

Saya kira itulah masalah pendidikan kita saat ini. Mungkin punya motivasi, namun sejatinya para pengelola pendidikan kita tidak punya pertimbangan dan tujuan yang jelas, mengapa pendidikan dan persekolahan harus dibuat?

Kans Jawara