Puisi Slamet Widodo

Kembara ilmu berpamitan.
Ratusan mata saksikan.
Lusinan doa panjatkan.
Air mata cinta ikut hantarkan.

Kail di rantau mencari ikan.
Jala di tebar berjuta harapan.
Asam Padeh di perkotaan.
Dusun berbangga putra pujaan.

Sepanjang jalan kehidupan.
Telaga bara batu sandungan.
Terompah kayu dayung ke tepian.
Berjingkit kaki titi hamparan.

Sampailah dampar kesuksesan.
Urip urub madangi kasunyatan.
Tak cukup berpangku tangan.
Di sana masih ada tangisan.

Ironi tangis jelata jadi candaan.
Paradoks rasa bangga berbuah kehinaan
Sang putra bangsa lupa daratan.
Bergelimang oplosan bermandi kesombongan.

Gondes² mafia migas mafia tambang bak kesetanan
Sembur² adus, siram² bayem tumbal sajen kedigdayaan.
Desa kepung kota akankah laga di peperangan.
Palu hakim surai emas rapuh di ketukan.

Kepal tangan serukan demonstrasi jalanan.
Kepul Hio setan² negri rakus berebutan.
Punggung Pertiwi kian merana karna beban.
Kain Nusantara terobek² taring² tikus² comberan.

Kini payung negara bersandar Mpu Darma.
Jamasan pusaka negara ajian Pancasona.
Tak hancur di kubur tak pecah belah menjadi kepingan.
Indonesia wutuh pantang perpecahan.

Rawe² rantas malang² putung.
Rakyat Indonesia tetaplah bermartabat adiluhung.
Sadarnya putra bangsa kami dukung.
Tulus berbangsa kita sengkuyung.

Minggu, 23032025
KG Yk
Advertisement

Tinggalkan Komentar