Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP (Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta)
Total cuti bersama dan hari libur tahun 2024 adalah yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Pada saat yang sama, produktivitas bangsa Indonesia dalam 10 tahun terakhir menunjukkan penurunan.
Adakah hubungan antara produktivitas ekonomi dengan hari libur yang terlalu banyak? Apakah pemerintah dengan SKB 3 Menteri dalam menetapkan cuti bersama dan hari libur 2024 sudah tepat? Apa pelajaran yang dapat diambil dan bagaimana produktivitas Indonesia dapat meningkat di masa depan?
Produktivitas Indonesia Menurun, Terlalu Banyak Hari Libur?
Pada tahun 2024, Indonesia memiliki total 27 hari libur, termasuk 17 hari libur nasional dan 10 hari cuti bersama. Jumlah ini merupakan yang tertinggi dalam satu dekade terakhir.
Menurut laporan terbaru dari Asian Productivity Organization (APO) dalam APO Productivity Databook 2023, Indonesia telah mengalami penurunan Total Factor Productivity (TFP) secara konsisten.
Indeks TFP Indonesia berada pada posisi rendah dan menurun dibandingkan dengan negara-negara Asia lain seperti India, China, Vietnam, dan Thailand. Pada tahun 1980, indeks TFP Indonesia berada di angka 1,5 poin, kemudian turun menjadi 0,95 sejak 2014, dan terakhir di angka 0,8 poin pada tahun 2022.
Indeks TFP adalah ukuran efisiensi produksi yang menggabungkan input seperti tenaga kerja dan modal. Penurunan ini mencerminkan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam meningkatkan produktivitas nasional.
Hubungan Produktivitas Nasional dan Banyaknya Hari Libur
Banyaknya hari libur di Indonesia pada tahun 2024 yang mencapai 27 hari, termasuk 10 hari cuti bersama, sangat berdampak pada produktivitas nasional. Terlalu banyak hari libur dapat menurunkan produktivitas nasional suatu bangsa.
Banyaknya hari libur mengurangi jumlah jam kerja efektif dalam setahun. Hal ini dapat berdampak langsung pada penurunan output produksi, terutama di sektor-sektor yang sangat bergantung pada jam kerja tetap seperti manufaktur dan layanan publik.
Studi dalam ekonomi tenaga kerja menunjukkan bahwa terlalu banyak bekerja tanpa cukup istirahat dapat menurunkan produktivitas pekerja karena kelelahan. Namun, terlalu banyak hari libur juga bisa mengganggu kontinuitas kerja dan menurunkan momentum produktivitas.
Banyak hari libur bisa mengganggu operasi bisnis, terutama di sektor yang membutuhkan operasi terus-menerus. Gangguan ini dapat mengakibatkan penurunan efisiensi dan peningkatan biaya operasional, yang pada gilirannya dapat menurunkan TFP.
Di sisi positif, hari libur yang cukup dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pekerja, yang pada akhirnya bisa meningkatkan produktivitas saat mereka kembali bekerja. Namun, manfaat ini harus diimbangi dengan pengelolaan hari kerja yang efektif untuk menghindari penurunan produktivitas keseluruhan.
Meskipun ada beberapa manfaat dari banyaknya hari libur, seperti peningkatan konsumsi domestik dan kesejahteraan pekerja, terlalu banyak hari libur berdampak negatif pada produktivitas dan efisiensi ekonomi.
Penurunan TFP yang dilaporkan oleh APO untuk Indonesia mencerminkan tantangan ini. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan sektor swasta untuk mengelola hari kerja dan libur dengan bijak untuk memastikan bahwa produktivitas tetap tinggi dan efisiensi operasional tidak terganggu.
Apa Pelajaran yang Dapat Diambil dan Bagaimana Produktivitas Indonesia Dapat Meningkat di Masa Depan?
Untuk memastikan bahwa penetapan hari libur dan cuti bersama mendukung produktivitas ekonomi, ada beberapa pelajaran dan langkah yang dapat diambil:
Pemerintah perlu melakukan evaluasi rutin terhadap kebijakan hari libur untuk memastikan bahwa jumlah hari libur tidak berdampak negatif pada produktivitas. Analisis dampak ekonomi dari setiap hari libur tambahan perlu dilakukan secara menyeluruh.
Penerapan cuti bersama yang fleksibel dapat membantu mengurangi dampak negatif pada sektor-sektor tertentu. Misalnya, memberikan opsi kepada sektor-sektor yang membutuhkan operasi terus-menerus untuk mengatur sendiri jadwal cuti bersama mereka.
Mengadopsi teknologi dan praktik kerja yang lebih efisien dapat membantu mengurangi dampak negatif dari banyaknya hari libur. Investasi dalam teknologi informasi, otomatisasi, dan pelatihan keterampilan bagi tenaga kerja dapat meningkatkan produktivitas secara keseluruhan.
SKB dari Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi harus mempertimbangkan masukan dari berbagai sektor ekonomi. Kolaborasi antara kementerian ini perlu diarahkan untuk menciptakan kebijakan yang seimbang antara kebutuhan libur dan produktivitas ekonomi.
Dengan manajemen yang baik, pemerintah dan sektor swasta dapat mengoptimalkan manfaat hari libur sambil meminimalkan dampak negatifnya terhadap produktivitas ekonomi. Dengan demikian, produktivitas Indonesia dapat meningkat di masa depan, mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.