Oleh : Jacob Ereste

Untuk menakar logika adalah hanya cukup ditilik kebenaran dan kesalahan yang dihasilkannya. Jadi, dalam logika hukum cukup ditakar dari kebenaran atau kesalahan yang dilakukan oleh orang atau instansi yang bersangkutan. Sanksinya secara hukum — jika melakukan kesalahan harus mendapat hukuman. Bila benar dalam logika hukumnya, maka pihak yang bersangkutan patut mendapat pembenaran yang sah — bukan hanya dari lembaga peradilan, tapi oleh semua pihak.

Tetapi, ketika hukum telah abai pada etika, maka penakarnya adalah moral atau akhlak. Sehingga pihak yang bersangkutan bisa dianggap tidak tahu adat, atau tidak beradab. Karena itu — pengabaian pada etika bisa mendapat sanksi moral. Karena tidak lagi memiliki rasa malu yang harus dan patut dimiliki oleh setiap manusia yang menjunjung etika, moral yang berakhlak mulia sebagai manusia ciptaan Tuhan sebagai makhluk paling sempurna di muka bumi. Karena Tuhan telah memberi memberi anugrah kepercayaan atau semacam mandat kepada manusia untuk menjadi khalifah — wakil Tuhan — di bumi.

Hirarkis hukum itu sendiri bisa dipahami sebagai milik Tuhan yang — bisa dipercaya turunannya adalah hukum alam, baru kemudian hukum yang dibuat oleh manusia. Karena pelanggaran terhadap hukum yang disusun dari kesepakatan manusia ini dasarnya harus mendapat sanksi dari manusia juga yang secara konvensional disebut hakim yang dimuliakan juga sebagai wakil Tuhan di bumi.

Karena itu, sanksi moral terhadap hakim yang abai terhadap tugas dan fungsinya yang mulia itu pun, lebih berat bila melakukan penyelewengan dari fungsi dan tugasnya yang mulia itu dengan sengaja atau sadar melakukan kesalahan untuk menguntungkan pihak tertentu — apalagi untuk memenuhi hasrat dan kepentingan dirinya sendiri.

Secara hukum yang menjadi urusan manusia, bisa saja semua pelanggaran yang dilakukan mereka sebagai penegak hukum itu luput dari sanksi atau hukuman yang dibuat oleh manusia — karena mereka yang memperoleh perlakuan hukum yang tidak adil — tidak beradab itu — bisa luput dari sanksi hukum yang dibuat oleh manusia, tetapi hukum alam serta hukum Tuhan pasti akan memberi sanksi tersendiri. Apalagi dalam ketidakberdayaan sejumlah orang yang terzalimi itu telah berbisik kepada Tuhan dalam tangis pilu mereka penuh kesedihan dalam ketidakberdayaan atas kesewenang-wenangan dengan kekuasaannya yang menindas dan memeras, tiada perduli pada konvensi bangsa yang sangat mengagungkan sila-sila Pancasila dan UUD 1945 yang tegas dan jelas mengurai tekad dan kesepakatan dari tujuan luhur bangsa Indonesia, seperti termaktub pada mukadimah konstitusi negara kita, Indonesia.

Agaknya, begitulah hukum Tuhan, hukum alam dan hukum manusia akan terus berproses, seperti keyakinan para leluhur kita yang kekeh dan percaya pada laku spiritual sebagai bagian dari sunnatullah yang tak mungkin terbantah.

Banten, 4 Mei 2024

Kans Jawara

Tinggalkan Komentar