Karya : Fikar W.Eda

Kabut lembut Singgahmata,
Tanjakan pertama ungu muda,
Menutup ujung jalan,
Kabut bagai gelembung kuah belanga,
Tak ada gegas, resah, juga duka,
Harum pohon basah
Menyergap pori pori,
Kaca mobil terkuak lebar
Burung kecil menyampai kabar,
Terbang manja,
Lewat satu tarikan dalam,
Seluruh kabut
Menutup rongga dada.

Tanjakan berikutnya,
Kabut terkuak bagai tingkap,
Bersusun murung dan rahasia
Lembah putih kanan jalan,
Adalah sayap senyap
Dengan ruasnya yang terjaga

Daun mengirimkan doa,
Bagi penghuni rimba,
Lewat cello Jassin Burhan
Petik sitar Yoyok Harness
Tabuh rapa’i Yoppi Andri
Dan puisi yang diterbangkan angin
Menuju dinding lembah

Beutong Ateuh satu tikungan lagi,
Pada rumah kecil empat sagi
Kami lafazkan doa
Untuk mereka yang pergi
berkalang nyawa

Turunan lain,
Tanoh Depet namanya,
Aman Ulis mengikatkan karung plastik
Pada sepeda motor tanpa plat,
Berisi panenan cabe hari ini.
Bersama istri, kami salam bersapa.

Jembatan Berawang Gading,
Maghrib makin pekat,
Ceh Ramlah, perempuan bersuara merdu, tinggal di seberang jalan.
Maaf, tak bisa singgah.
Tak jauh lagi Celala,
Umah Paloh tempat
Cut Nyak Dhien perempuan mulia

Dari ujung jembatan,
Punggungmu kian samar,
lalu lenyap dalam gelap,
menyisakan kabut di mata,
dan mata orang-orang yang singgah di sana.

13/12/2015

source: litera.co.id

Kans Jawara

Tinggalkan Komentar