Oleh : Pril Huseno
Akhirnya aku mendaftar pada dokter ahli penyakit dalam di RS Bethesda Lempuyangwangi, Yogyakarta. Fasilitas BPJS ku mengharuskan berobat pada faskes lanjutan ke rumah sakit Bethesda Lempuyangan sebelum nantinya akan dirujuk lagi jika diperlukan, ke RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. Memang begitulah aturan BPJS sekarang. Daftar rujukan rumah sakit lanjutan itu tercantum dalam daftar BPJS Jogja.
RS Bethesda Yogya adalah rumah sakit Kristen di Yogyakarta yang didirikan oleh Dr. J.G Scheurer, seorang dokter yang diutus oleh Nederlandse Zendingsvereniging.
Dulu bernama RS Petronella, setelah penjajahan Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan RI maka pada tanggal 28 Juni 1950 namanya diganti menjadi “RUMAH SAKIT BETHESDA”. Rumah sakit Bethesda ini telah dikenal lama oleh masyarakat Yogyakarta sebagai rumah sakit yang pelayanannya lumayan baik dan cepat.
Sementara RS Bethesda Lempuyangwangi adalah cabang RS Bethesda pusat di Jalan Sudirman Yogya.
Aku memilih dr. Krisma Kurnia, Sp.PD, FINASIM, seorang dokter ahli penyakit dalam di RS Bethesda Lempuyangwangi. Kepadanya, aku ceritakan penyakitku, tentang sesak napasku lengkap rincian keluhan dan riwayat pengobatan. Dr Krisma menanggapi dengan serius. Pasti dia sudah tahu macam jenis penyakitku ini.
“Bapak foto X-Ray dulu ya thorax,” Katanya.
“Saya ingin lihat hasil X-Ray dan memastikan bapak kenapa, sementara saya beri dulu obat,” tambahnya.
Aku mengangguk dan sempat menanyakan kenapa dengan kesehatan saya.
“Ya sepertinya memang pembengkakan jantung. Tapi nanti kita lihat hasil X-Ray..” imbuh dr Krisma.
Aku hanya mengangguk pelan, sambil permisi dan langsung mendaftar pada bagian X-Ray, agak ke belakang.
Minggu depannya, aku maju lagi ke dr Krisma sambil membawa hasil X-Ray. Setelah pemeriksaan hasil X-Ray, barulah dr Krisma bisa memastikan melalui pengukuran volume jantung, bahwa aku positif terkena pembengkakan jantung. Di penampakan X-Ray jantungku menurutnya memang mengalami pembengkakan.
“Tapi tidak begitu parah..” kata dr Krisma. Aku hanya harus diobati dengan meminum obat yang akan diresepkan olehnya.
“Kira-kira kenapa ya dokter, jantung saya sampai membengkak? Dan apakah bisa untuk disembuhkan kembali, maksudnya diperkecil lagi hingga tidak bengkak?” Aku bertanya polos. Harap-harap cemas jantungku bisa diobati.
“Begini, pembengkakan jantung tidak bisa kembali lagi ke ukuran normal seperti semula. Dia hanya bisa diterapi dengan pemberian obat agar kerja jantung tidak lagi bekerja keras, diiringi dengan menghindari makanan bergaram pekat, dan tensi harus di bawah 140.” dr Krisma menjelaskan.
“Seperti karet gelang pak, jantung yang membengkak tidak akan bisa kembali lagi ke ukuran normal. Dia tetap “melar” seperti karet gelang yang ditarik-tarik oleh anak-anak hingga menjadi melar.”
“Oleh karenanya terapi sementara adalah meminum obat dan menghindari makanan asin, tensi dijaga di bawah 140 dan istirahat cukup,” tutur dr Krisma.
“Sebabnya kenapa hingga jantung saya membengkak dokter?” tanyaku penasaran.
“Bapak, dulu sewaktu aktif masa muda pasti bekerja keras hingga lupa waktu, dan tidak memperdulikan kesehatan. Tensi bapak waktu lembur-lembur itu atau bahkan sampai malam, pasti seringnya di atas 140.”
“Karena itulah, tensi di atas 140 seharusnya bapak sudah berobat untuk menurunkan tensi, dan mengurangi kerja keras untuk meringankan kerja jantung bapak.”
“Tapi karena bapak abai dan tidak memperdulikan pemeriksaan rutin tensi darah dan pengobatannya, maka kerja jantung bapak terus-terusan “dipush” kerja keras. Hingga akhirnya terjadilah penebalan dinding jantung dan itulah sebab membesarnya jantung bapak. Hingga berakibat sesak napas.”
Aku hanya melongo menyimak penjelasan panjang lebar dr Krisma tentang penyakitku.
(Bersambung)