Puisi : Mustafa Ismail


Bahkan untuk ngopi pun
kita harus berjaga: menjerang air hingga larut
dan mengaduknya sampai malam surut

Lewat telepon, kau mewanti-wanti:

airnya mesti panas sekali, lalu tuangkan beberapa
sendok bubuknya, tutup, dan biarkan ia mendidih sendiri

Kau pun mengirim kebun-kebun kopi
dari pedalaman Gayo,
beserta kisah cinta yang terlantar:

Harga kopi anjlok, bayi-bayi menggigil sendiri
para lelaki bergegas membakar desa
mimpi telah luka, kata mereka, senja telah buta

Aroma kopi membumbung,
aku mabuk, kau pun ambruk
malam makin buruk

Tapi di sini, aku tetap bisa menikmati aroma getah
dari pohon-pohon kopi yang bakal ditebang esok hari
sambil membayangkan kau berceracau sendiri

Selamat kopi, selamat kopi,
entah kata siapa
di luar, kampung telah sunyi.

24-25 Desember 2012
Advertisement

Tinggalkan Komentar