Oleh : Nazaruddin SH,M.Hum.

Pengantar

Sejak zaman Demokrasi Terpimpin, Orde Baru, sampai dengan Orde Jokowi, Pancasila punya peran menonjol sebagai instrumen kekuasaan. Bedanya di satu era upaya-upaya untuk mengecilkan peran Soekarno begitu terasa. Dan di era yang lain, upaya-upaya membesar-besarkan peran Soekarno – bahkan mengkultuskannya begitu terasa.

Saya mencatat, sejak (alm) Taufiq Kiemas menjabat sebagai Ketua MPR, mulai disusun secara sistematis untuk menonjolkan – bahkan membesar-besarkan peran Soekarno dalam perumusan Pancasila sebagai dasar negara. Dimulai dengan rumusan materi sosialisasi empat pilar yang menyandingkan Pancasila yang disampaikan Soekarno dalam pidato di sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (yang kemudian ditambahkan kata Indonesia sehingga menjadi BPUPKI) tanggal 1 Juni dengan Pancasila hasil kesepakatan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni dan Pancasila yang disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945 yang kemudian dicantumkan di dalam pembukaan UUD 1945. Sejak saat itu rumusan Pancasila yang diusulkan Soekarno terus disosialisasikan secara masif.

Penetapan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 1945


Kombinasi dari sosialisasi secara masif Pancasila usulan Soekarno dan kekuasaan yang digenggam rezim, maka ditetapkanlah tanggal 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 24Tahun 2016 dan ditetapkan sebagai hari libur nasional, yang kemudian diikuti dengan dibentuknya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Penetapan hari lahir Pancasila tanggal 1 Juni 1945 merupakan pemaksakan secara sepihak dan merupakan bentuk pembajakan Pancasila oleh rezim melalui mitos bahwa Pancasila bersumber (satu-satunya) dari Pidato Soekarno 1 Juni 1945.

Lahirnya Pancasila itu tidak bisa dinisbatkan kepada seorang tokoh secara mutlak. Atau diklaim merupakan hasil pemikiran tokoh tertentu. Pancasila adalah hasil kesepakatan atau gentlement agreement dari para pendiri bangsa. Di dalamnya terkandung kompromi dari berbagai pandangan – bahkan filosofi, untuk dijadikan sebagai dasar atau fundamen bernegara. Jadi dengan logika tersebut, hari lahirnya Pancasila seharusnya adalah pada saat ditetapkannya hasil kesepakatan tentang dasar negara yang kemudian dimasukkan di dalam pembukaan UUD 1945, yaitu tanggal 18 Agustus 1945.

Kalau kita perhatikan Konsideran atau alasan-alasan ditetapkannya hari lahir Pancasila di dalam Keppres No. 24 Tahun 2016, Pertama, yang ditonjolkan adalah peran Soekarno. Pidato yang disampaikan Soekarno di dalam rapat BPUPKI yang pertama antara tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945 diposisikan sebagai awal atau titik tolak usulan dan pembahasan dasar negara Pancasila dengan mengabaikan pandangan-pandangan atau usulan-usulan lain yang disampaikan oleh Mohammad Yamin dalam pidato tanggal 29 Mei 1945 dan Soepomo dalam pidatonya tanggal 31 Mei 1945. Kedua, proses perjalanan pembahasan dasar negara disebutkan dimulai pada tanggal 1 Juni, kemudian dicapainya kesepakatan dalam Piagam Jakarta tanggap 22 Juni, dan rumusan finalnya ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Memposisikan pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945 seolah sejajar atau punya makna yang sederajat dengan Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan disahkannya dasar negara Pancasila pada 18 Agustus 1945, adalah manipulasi sejarah dan pembodohan. Bangsa Indonesia hanya pernah bersekapat tentang dasar negara dua kali, pada tanggal 22 Juni 1945 dan tanggal 18 Agustus 1945. Adapun pidato Soekarno tanggal 1 Juni itu posisinya sama dengan pandangan yang disampaikan Moh Yamin pada tgl 29 Mei dan pandangan Soepomo yang disampaikan pada tgl 31 Mei 1945 sebagai pandangan atau usulan pribadi yang belum disepakati oleh para anggota BPUPKI. Lahirnya Pancasila mestinya ditetapkan berdasarkan tanggal dicapainya kesepakatan dijadikannya Pancasila sebagai dasar negara, bukan tanggal disampaikannya pandangan perseorangan, apalagi perseorangan tertentu sembari mengabaikan perseorangan yang lain, mengingat Pancasila itu merupakan kesepakatan – bisa juga disebut kompromi antar elemen bangsa yang diwakili oleh para anggota BPUPKI bukan hasil pemikiran pribadi.

Antara Hari Lahir Pancasila Dan Hari Konstitusi


Lalu mengapa hari lahir Pancasila tidak ditetapkan berdasarkan tanggal disepakatinya naskah final Pancasila yang dikemudian ditempatkan di dalam pembukaan UUD 1945, yaitu tanggal 18 Agustus 1945? Alasannya karena tanggal 18 Agustus sudah ditetapkan sebagai hari konstitusi. Ini sangat menggelikan dan terkesan mengada-ada, serta hanya untuk memberikan legitimasi pada tanggal 1 Juni 1945 sebagai hari lahirnya Pancasila. Seperti kita ketahui dan pahami bersama, Pancasila merupakan dasar negara yang rumusannya dicantumkan di dalam alenia keempat pembukaan UUD 1945, dan pembukaan UUD 1945 itu merupakan bagian yang tak terpisahkan dan merupakan satu kesatuan dgn batang tubuh UUD 1945. Sehingga sangat janggal kalau memposisikan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat Pancasila sebagai dasar negara lahir pada tanggal 18 Agustus 1945, tetapi ada ketetapan lain yang menyatakan dasar negara Pancasila itu lahir 1 Juni 1945.

Upaya Hegemoni Tafsir


Setelah ditetapkannya tanggal 1 Juni 1945 sebagai hari lahirnya Pancasila, maka tafsir Pancasila sangat terasa dipaksakan seperti Pancasila yang diusulkan atau digagas Soekarno. Ide tentang perasan Pancasila menjadi trisila dan ekasila terus digaungkan. Secara tidak langsung hal ini mengkoyak-koyak lima sila yang ada di dalam Pancasila yang autentik.

Menghidupkan kembali konsepsi ‘mentah’ yang disampaikan Soekarno pada 1 Juni 1945 selain a historis, juga membuka kembali luka lama umat Islam akibat dihapuskannya tujuh kata dalam anak kalimat sila pertama hasil kesepakatan Piagam Jakarta, “Ketuhanan dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi para pemeluknya”. Dan secara langsung atau tidak langsung, menjadi semacam legitimasi bagi tafsir Pancasila yang sekular. Tafsir yang sekularistik atas Pancasila ini disadari atau tidak telah menjauhkan – bahkan berpotensi mementahkan kembali konsensus-konsensus yang telah disepakati, khususnya terkait hubungan antara negara dan agama.

Penutup

Memposisikan Pancasila bersumber dari pidato Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 adalah sebuah mitos. Kenyataannya, Pancasila yang kita terima saat ini sebagai dasar negara, merupakan konsepsi yang secara dinamis merupakan hasil pergulatan, lobby, negosiasi dan jangan dilupakan akomodasi dari kelompok Islam untuk menghapus tujuh anak kalimat dari sila pertama demi persatuan Indonesia.**

picsource : sindo

Kans Jawara

Tinggalkan Komentar