Puisi Bertaut Empat Penulis Sastra
Mariska Lubis, Pril Huseno, Dewanty Maharani dan Uda Ricky Rickardo


Tentang korban-korban mancing mania yang disampaikan dalam bahasa puitis dengan muatan jenaka.

Pril Huseno

Sore jadi teriris sepi.
Air Mengeluh Pelan.
Ditiup angin sepoi,
tapi membuat luka.
Aku tiada lagi sanggup
Memandangmu…

Ricky Rickardo

Riakmu seperti memanggil,
memberikan harapan…
Kemarin satu nila
Semoga hari ini nila mengajak teman-temannya
Bersenandung dalam ember kemesraan

Pril Huseno


Bayu membisikkan bukan hanya nila, kisanak.
tapi dua ekor lele telah putus tumbang
di tangan sang perkasa.
Ada perih yang melilit,
ada rindu yang menghimpit…
Aduhai..

Dewanty Maharani


Bayang petang mencakar ufuk,
menyulam langit dengan gelisah,
seperti luka yang dibiarkan menganga,
mengalir bersama arus, menenggelamkan dendam pada senja
Lele-lele yang tumbang,
adalah prahara kecil di rahimmu,
gelombang kecil yang menyimpan dendam besar,
riak itu kini menari—menyindir
“Apakah nila masih berani datang?”
Ah, sungai ini bukan lagi candu, tapi altar untuk kehilangan
Setiap hentak riaknya,
memahat kisah tentang perburuan,
tentang tangan-tangan yang kejam namun laparnya adil
Duhai nila, adakah kau mendengar kidung sang bayu?
Ia merayu dalam bisikan lirih,
menjemputmu ke dalam palung ember,
mungkin besok atau lusa,
kau akan menemani dua lele yang gugur,
berdansa dalam air yang ditampung pedih
Namun, oh nila, jika kau datang,
datanglah dengan lagu,
agar luka di senja ini,
bisa berdamai dengan malam


Pril Huseno

”Lagu-lagu yang ada telah tunai sudah,”
Begitu kata Nila.
Lagu kematian telah dihantarkan kawanan Nila
sebagai abdi bagi semesta alam.
Tiada sesal, tiada tangis,
yang ada hanya kepasrahan
atas kehendak semesta.
Sudah suratan, sudah tergariskan…
”Aku pun begitu,” kata sang lele yang tumbang.
”Aku tumbuh dan berkembang,
juga atas titah Sang Pemberi Kehidupan,”
kata dua lele bersamaan.
”Maka begitulah adanya,
bila si Pemberi Hidup menyuruhku
kembali, Aku wajib kembali,”
pungkas lele mungil nan pasrah.
Dan biarlah bagi si paling mulia
di alam raya,
Menjalani takdirnya yang telah terkuak lebar..
Sebagaimana kita semua akan
Menemui takdir kita masing-masing..

Nila dan lele saling berpelukan,
Tiada tangis, namun terasa sesak…

Mariska Lubis

Anggukan daun yang menitipkan rindu,
Mengalunkan rIak gelombang cemburu,
Membakar hati berpeluh pilu,
Entah kapan aku mampu berteduh…

Pril Huseno

Berteduhlah pada rinduku yang jauh.
Mengarang cerita-hikayat lalu,
Beralaskan tekad nan menggebu.
Bak sapuan,
serata angin pada permukaan danau.
Kuhembuskan ruh yang kembali
bersimpuh,
pada saling setia
Erat tergenggam…

Indonesia Raya, 3 Januari 2025

Advertisement

Tinggalkan Komentar