Oleh : Bimantara Muhammad – Suara Muda Garut
Menyatakan bahwa pembagian beras secara massal oleh salah satu pasangan calon sebagai penyebab utama inflasi harga beras tampaknya terlalu dini dan perlu dikaji lebih dalam. Menghubungkan langsung antara bantuan sosial (bansos) dan inflasi harga beras tanpa analisis menyeluruh justru bisa berpotensi menciptakan persepsi yang keliru di masyarakat. Dalam analisis ekonomi, berbagai faktor yang saling terkait harus dipertimbangkan sebelum menyimpulkan bahwa suatu kegiatan termasuk pemberian bantuan pangan secara langsung memicu inflasi atau deflasi.
Inflasi bukanlah fenomena yang dapat disederhanakan hanya karena satu jenis kegiatan atau kebijakan. Perlu ada penelusuran lebih mendalam mengenai indikator-indikator biaya hidup yang mempengaruhi harga pangan secara makro. Misalnya, ketersediaan stok beras nasional, rantai distribusi, dan dinamika permintaan-pasokan global adalah beberapa elemen penting yang lebih relevan dalam menentukan harga beras di pasaran. Kenaikan harga ini juga dipengaruhi oleh kondisi iklim, musim panen, dan kebijakan impor, sehingga faktor-faktor ini seharusnya turut diperhitungkan.
Selain itu, analisis makroekonomi yang akurat memerlukan data-data yang komprehensif dan berimbang, bukan sekadar observasi jangka pendek dari efek bansos. Kebijakan ekonomi makro yang tepat harus mempertimbangkan semua elemen ekonomi dari sektor produksi hingga distribusi dan akses pasar agar lebih adil dan akurat dalam memahami penyebab inflasi.
Oleh karenanya, menyimpulkan bahwa inflasi disebabkan oleh satu faktor apalagi karena bagi-bagi beras adalah bentuk simplifikasi yang fatal dalam analisis makroekonomi. Hal ini tidak hanya melemahkan objektivitas analisis tetapi juga dapat mengaburkan pemahaman masyarakat tentang ekonomi yang lebih kompleks.
photo : cnn