Aku adalah pelaut—di samudera ilusi, berlayar di atas perahu kertas yang kau lukis dengan tinta darah janji
Pada debur ombak, kusebut namamu, namun badai datang menghadang, langit runtuh dalam warna kelabu
Kau, selayak mercusuar, cahayamu menari-nari, membakar mataku yang penuh harapan
Namun kau tak pernah ada di sana, hanya bayangan yang berkilau di gelombang tipuan
Aku memungut kata-kata yang kau jatuhkan,
“Selamanya,” katamu, seperti angin yang mencium pasir tanpa bekas
Kini aku tenggelam dalam arus kesunyian, mencari makna di balik senyummu yang retak seperti kaca
Pada jantung malam, kau datang membawa cahaya, menyiramkan api dingin ke dalam detak nadiku
Aku memandang matamu, hanya menemukan diriku sendiri, terpahat dalam kepingan waktu
Penghianatanmu adalah nyanyian tanpa nada, berdenting di langit-langit kenangan yang tak akan pernah selesai
Kini, aku memeluk bayanganmu, namun bayangan itu adalah aku yang terbuang pada lubang tanpa dasar
Selayak perahu tanpa layar, melayang di lautan tanpa batas, tanpa akhir
Dan kau adalah kekasih tanpa wajah, menghapus seluruh peta perjalanan yang pernah kau janjikan akan setia
Bandung, 25 November 2024