Sebuah Laporan Pandangan Mata

Yogyakarta, Kansnews.com – Selasa Sore (20/05), area Art Gallery Saptohoedojo Jl. Adisucipto Km 8 Yogyakarta, nampak sibuk. Deretan kendaraan roda empat dan roda dua terparkir rapih di halaman. Di pintu masuk, dua meja tamu lengkap dengan daftar hadir tertera di atas meja. Tiga dara penjaga meja tamu dengan ramah mempersilakan para tamu untuk mengisi terlebih dulu daftar hadir.

Cuaca memang agak mendung, tapi tak mampu menghalangi kehangatan acara monumental peluncuran buku ‘’100 Tahun Saptohoedojo – Seni, Rakyat dan Keabadian.’’

Bunda Yani Saptohoedojo, nampak segar dan tetap cantik menyambut 100an tamu yang hadir. Mantan Bupati Bantul dan anggota DPR RI H. Idham Samawi, telah hadir awal dan sempat santai mendendangkan beberapa buah lagu pembuka pengisi waktu.

Tepat pukul 16.00 WIB, pemandu acara membuka dengan sapaan hangat, dan Devi Kusumawardhani, menjadi dirigen lagu kebangsaan ‘’Indonesia Raya’’ yang dinyanyikan dengan gagah oleh para hadirin.

KRMHT.HM.Sekarlangit Saptohoedojo, anak laki-laki mendiang Saptohoedojo, memberikan kata sambutan mewakili keluarga besar Saptohoedojo dan memberikan apresiasi sekaligus bangga kepada inisiator acara serta panitia yang telah bersusah payah bekerja hingga acara ‘’100 tahun Saptohoedojo’’ dapat terselenggara.

Advertisement
Kans Jawara

Sebelum acara inti berlangsung yakni bedah buku 100 Tahun Saptohoedojo, penyair dan founder Sekolah Puisi Yogyakarta Evi Idawati didapuk untuk membacakan puisi karyanya sendiri ‘’Perempuan-perempuan Gerabah Kasongan’’. Gaya pembacaan puisi Evi Idawati yang berwibawa, menyihir audiens dengan iringan musik Memet C Slamet. Puisi yang dibacakan Evi Idawati diilhami oleh pengamatannya atas kerja besar Saptohoedojo ketika mengangkat para seniman gerabah di Kasongan, hingga berhasil menjadi karya seni yang mendunia.

Pada sesi bedah buku, hadir di panggung untuk membahas buku ‘’100 Tahun Saptohoedojo’’ sastrawan dan budayawan Sigit Sugito yang juga Ketua Koperasi Seniman-Budayawan Yogyakarta (Koseta), Jurnalis senior YB Margantoro, dan Antropolog Dr Haryadi Baskoro.

Sebagaimana diketahui, buku ‘’100 Tahun Saptohoedojo – Seni, Rakyat dan Keabadian’’ merupakan kumpulan tulisan dari 15 tokoh dan budayawan untuk mengenang jasa Saptohoedojo bagi dunia seni budaya di Indonesia.

Bagi Sigit Sugito, mendiang Saptohoedojo adalah sosok seniman-budayawan komplet yang telah memberikan 3 warisan berharga.

‘’Ketiga warisan spirit tersebut yakni Seni yang dipersembahkan untuk rakyat, karya-karya seninya yang legendaris, dan dibangunnya makam untuk para seniman dan budayawan di Imogiri,’’ kata Sigit Sugito.

‘’Itulah cara Saptohoedojo membangun Kemanusiaan melalui perjuangannya,’’ imbuhnya.

Sigit juga menyatakan, Saptohoedojo yang selalu tampil flamboyan kadang disalahmengerti oleh publik.

‘’Padahal Saptohoedojo adalah seniman-budayawan yang selalu berpijak di bumi. Dia juga tidak berjarak dengan rakyat. Satu prinsip berharga yang diperjuangkannya adalah bagaimana seniman bisa hidup sejahtera dan berdaya. Karenanya, perjuangannya dalam mengangkat karya para seniman gerabah di Kasongan adalah perwujudan dari prinsipnya tersebut,’’ tandas Sigit.

Pandangan yang juga menarik dari sesi bedah buku yang dimoderatori oleh Timotyus Aprianto, adalah apa yang disampaikan oleh YB Margantoro ihwal 7 Warisan nilai-nilai Saptohoedojo.

‘’Ketujuh nilai-nilai itu adalah Pertama, Cinta kepada Tuhan dan Keluarga, Kedua, Cinta kepada Seni dan Masyarakat, Ketiga, Bagaimana seorang kreator adalah juga pembelajar dan guru yang siap berbagi kepada orang lain, Keempat, Media darling, Kelima, Warisan luhur bagi kehidupan yang lebih baik, yang diwujudkannya dengan membangun marwah seni gerabah Kasongan, Keenam, Membangun Makam seniman dan budayawan pertama di Indonesia, dan Ketujuh, warisan berbentuk buku, narasi atau speech-speech di seminar dan forum ilmiah. Sapto Hoedojo pasti menyusun tulisan pokok-pokok pikirannya,’’ papar YB Margantoro.

Selepas sesi bedah buku, acara dilanjutkan dengan foto bersama diselingi penyerahan buku ‘’100 Tahun Saptohoedojo’’ yang diserahkan di atas panggung oleh Yani Saptohoedojo.

Acara yang berlangsung hangat dan meriah tersebut diakhiri dengan makan bersama para undangan dan sesi foto bersama. (p17)

Advertisement

Tinggalkan Komentar