Oleh : Sobirin Malian – Dosen Pascasarjana FH UAD

Berpidato di perayaan HUT Ke-60 Golkar di Sentul International Center, Bogor, Jawa Barat (12/12/2024) malam, Presiden Prabowo Subianto mengajak semua pihak untuk memikirkan ulang sistem pemilihan, terutama Pilkada. Menurut Presiden, sistem pemilihan yang sudah ada perlu disempurnakan.

Biaya politik yang relatif tinggi menjadi persoalan yang disorot Presiden Prabowo hingga menggagas perubahan sistem pemilihan. Dia mencontohkan praktik demokrasi di negara-negara lain yang relatif efektif dan efisien (artinya berbiaya rendah dan menghasilkan pemimpin yang baik).

Pro-kontra pemilihan kepala daerah memang sudah sejak lama terus diperdebatkan dengan argumen yang kurang lebih sama. Bisakah kepala daerah dipilih oleh DPRD? Sejatinya kepala daerah bisa dipilih oleh siapa, terutama oleh DPRD. Isu yang menjadi persoalan, (pertama) bisakah DPRD dimintai pertanggungjawaban setelah opsi yang dia pilih. Kedua, seperti dikatakan Busyro Muqoddas (Kompas, 24/Desember 2024), harus ada evaluasi kritis atas praktik pelaksanaan dari undang-undang selama ini. Evaluasi pun harus melibatkan partisipasi masyarakat karena salah satu elemen penting dalam pilkada adalah pemilih.Dengan demikian, perubahan aturan main pilkada itu dapat memperkuat demokrasi di Indonesia.

Mandat dan Tanggungjawab

Andaikan saja, kepala daerah dipilih oleh DPRD, paling tidak ada dua hal esensial yang penting diperhatikan.

Bahwa, (1) di saat memilih kepala daerah, DPRD sedang mengalihkan mandat eksekutif kepada yang dipilih. Artinya, kepala daerah harus menjalankan kebijakan dan pengambilan keputusan berdasarkan aspirasi masyarakat yang diwakili oleh DPRD.

Di sini kepala daerah tidak bisa sepenuhnya berpijak di atas visi-misinya sendiri; aspirasi DPRD tadi harus menjadi patokan utama.
Bahwa (2), andaikan DPRD memilih kepala daerah, maka harus ada kontrak politik yang jelas yang kerangkanya berpihak pada rakyat. Artinya, mereka juga berhak meminta pertanggungjawabannya. DPRD harus memfungsikan dirinya secara optimal terutama fungsi pengawasan terhadap kebijakan dan keputusan yang diambil kepala daerah.

Dari pemilihan oleh DPRD ini, jika misalnya kepala daerah tidak memenuhi harapan (ekspektasi) atau bahkan melanggar kebijakan yang telah disepakati (sesuai kontrak politik), maka DPRD berhak meminta penjelasan dan pertanggungjawaban. Di sini DPRD harus punya kewenangan penuh untuk bertindak sebagai wakil rakyat, termasuk jika perlu memberhentikan kepala daerah dengan alasan “rakyat tidak lagi menginginkan” maupun politis teknokratik.

Tentunya dengan cara ini, di samping anggota DPRD sendiri harus berkualitas (paham masalah) – pertanggungjawaban kepala daerah kepada DPRD sendiri akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintah daerah.

Yang jelas, diharapkan pengawasan dari DPRD akan jauh lebih optimal dan akan mendorong kepala daerah tidak main-main dengan aspirasi yang diemban. Transparansi dan akuntabel dalam pengelolaan pemerintah daerah akan mewujud disini. Hubungan kepala daerah dan DPRD akan lebih dinamis dan tentu lebih kolaboratif terutama dalam merumuskan dan melaksanakan berbagai kebijakan. Pada ujungnya diharapkan akan muncul “sinergisitas” yang nyambung di antara Kepala Daerah dan DPRD, tidak seperti selama ini yang terkesan terputus sehingga jalan masing-masing.

Advertisement

Tinggalkan Komentar