Pengantar :
Tabrani Yunis, Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan. Pada tsunami Aceh Desember 2004, penulis produktif ini kehilangan istri dan dua anak terkasihnya. Meski terguncang sebentar, Tabrani Yunis kembali bangkit menata kehidupan baru. Namun, goresan puisi-puisinya ketika mengenang peristiwa kelam Desember 2004 itu, terasa dalam baris-baris penuh getar duka. Redaksi mempersembahkan dua puisinya yang sarat makna.
Seonggok Rindu
Buat istriku Salminar, dan anak-anakku
Albar Maulana Yunisa dan Amalina Khairunnissa
Bismillah
Al Fatihah
Hari ini genap 12 tahun kita berpisah
Sudah lebih dari satu dasa warsa hati gelisah
Walau kadang mengalir dalam desah
Namamu Salminar masih singgah
Namamu Albar Maulana Yunisa masih mendesah
Juga Amalina Khairunnissa yang hingga kini terekam
dalam setiap sinar mentari merekah
Aku ingin katakan
Walau tak pernah menemukan di mana batu nisan
Walau tak pernah bertemu wujud badan
Kala bencana tsunami menyimpan kalian
Nuraniku masih menyimpan
Setiap tingkah, raut wajah dan gerak badan
Sebagai isyarat kita punya ikatan
Hari ini
Izinkan aku meneteskan air mata tanda kenangan
Izinkan aku menyebut-nyebut nama kalian
Izinkan aku menitipkan seonggok doa dan ucapan
Aku masih cinta dan memimpikan
Namun aku wajib mengingat Tuhan
Allah yang memiliki semua isi alam
Aku tidak punya kekuatan
Semua milik Tuhan
Aku rela karena kita milik Tuhan
Inna lillahi wa inna ilaihi rojiuun
Montreal, Kanada, 2012
Kutitip Rindu pada Deburan Ombak
Kutitip rindu pada deburan ombak nan membelai pantai
Agar lega luka menganga
Obati duka pada cinta nan hilang
Kutitipkan rindu pada ombak
Agar setiap kali riak pecah
Hadir wajah mungilmu nan kurindu
Kutitipkan rindu pada deburan ombak nan membelai pantai
Tuk kujadikan cerita
Bahwa kau pernah ada dalam jiwa
Kau pernah sejukkan raga
Walau hanya sekejap
Kutitipkan rindu pada deburan ombak
Tuk kujadikan catatan bahwa cinta kasih sayang ku
pernah ada
Walau sebutir embun karena sesungguhnya kau bukan
lah milikku
Kau hanyalah milik Sang Khaliq
Kutitipkan rindu pada ombak nan memutih
Tuk kujadikan sejarah
Bahwa di tanah kita pernah ada amarah ombak
nan membawa luka di ujung masa
Di tanggal dua puluh empat Desember dua ribu empat
Phuket, Thailand
Luar biasa hebat