Puisi Hikmat Subiadinata

Segala puji bagi-Mu, Ya Rabbi
yang menggulirkan pagi
dari rahim malam yang hening,
yang meniupkan sejuk di balik kabut Subang,
tempat kami menggantung harap dan menanam cinta
pada tanah warisan-Mu yang suci.

Di sini, di ketinggian Cijambe,
di antara kebun jagung multitongkol dan pucuk durian yang berembun,
kami menyaksikan tanda-tanda kebesaranMu
dedaunan yang berdoa,
angin yang bersyahadat,
matahari yang bertahmid
saat perlahan membuka tirai pagi.

Aku bersyukur atas setiap embun
yang jatuh seperti wahyu kecil
menyentuh hati yang lupa,
membangunkan nurani dari lelap dunia.

Wahai Semesta,
wahai pegunungan yang bersujud dalam diam,
wahai sungai yang mengalir seperti tasbih,
terimalah kami sebagai sahabat,
sebagai petani yang tak hanya menanam benih,
tapi juga menanam harapan dan niat yang bersih.

“Ya Allah, jadikan setiap langkahku ke ladang sebagai zikir,”
“setiap ayunan cangkulku sebagai sujud,”
“setiap peluhku sebagai sedekah kepada bumi.”

Kami tidak meminta dunia yang mudah,
tapi hati yang kuat dan lapang
untuk mencintai jalan Mu
jalan yang berdebu oleh kerja,
bermatahari oleh keyakinan,
dan berujung pada keikhlasan.

Dan Subang pun bersaksi:
bahwa di pagi-pagi seperti ini,
hidup bukan hanya tentang hasil panen,
tapi tentang cara menanamnya:
dengan rasa syukur,
dengan cinta yang mengakar,
dan dengan iman yang tumbuh perlahan
seperti benih di bawah tanah.

Maka bangkitlah, wahai jiwa-jiwa Wanalestari,
pagi ini bukan sekadar waktu,
ia adalah pintu untuk kembali pada Yang Maha Lembut.

Mari kita mulai hari ini
dengan senyum dan salam pada tanah,
dengan semangat yang suci,
dan rasa syukur yang tak putus-putus
kepada Allah dan alam
yang setia memberi,
walau kita sering lupa memahami.

HS Subang 150625

Advertisement

Tinggalkan Komentar