Oleh : Slamet Widodo


Di ruang sunyi tanpa suara.
Di gemuruh massa menggugat fakta.
Di negara yang katanya merdeka.
Di waktu kian menua.

Jutaan anak bangsa buta.
Hilang kharakter berbudaya.
Entah darimana awal mula.
Subyektifitas kebenaran alasan utama.

Centang perenang tata kelola.
Gaya baru bahaya laten tak kentara.
Peringai candu cundrik terselip berbahaya.
Mati rasa buta mata pekak telinga.

Setetes demi setetes warta media.
Dentuman ragu menghantam otak kepala.
Manusia² Indonesia mulai terluka.
Bom waktu runtuhkan penjara negara.

Di ujung tanduk di puncak menara.
Telur emas nusantara berada.
Badai fitnah angin goda menerpa.
Tangan rapuh menjaga di tengah sorak sorai sekumpulan kera.

Delapan puluh tahun usia negara.
Tentu tak sama usia pendiri bangsa.
Sang Saka terus berkibar di angkasa khatulistiwa.
Kepak sayap Garuda terbang menjaga.

Tak cukup sebatas doa dan mantra puja.
Tak genap hanya bersandar undang² dasar negara.
Sebab anak bangsa pilar utama.
Runtuh tegaknya negara Indonesia.

Jikalau kini anak bangsa lupa.
Merasa digdaya berlaku semena²
Menggorok jelata menjilat penguasa.
Perselingkuhan birokrasi pengusaha melahirkan rusaknya pranata.

Syukuri setetes air penyejuk dahaga.
Pemantik kehidupan stamina berbangsa.
Bersatu saling berdaya guna.
Menuju Indonesia sejahtera.

Minggu,11052025
Kotagede, Yogyakarta
Advertisement

Tinggalkan Komentar