Pagi ini saya ulas tiga kata kunci. Melawan, Perlawanan dan Kaum Pergerakan. Di era penjajahan, tiga kata kunci itu tidak saling gesekan apalagi benturan.
Kenapa? Karena Kaum Pergerakanlah yang membuat narasi besar. Yang menyusun konstelasi sosial baru lantaran menyadari adanya unit-unit sosial baru, adanya gagasan-gagasan baru yang berkembang di masyarakat.
Dalam bingkai inilah melawan atau perlawanan baru jadi bernyawa bukan karena kaum pergerakan ingin melawan. Tapi kuatnya hasrat agar konstelasi sosial baru tadi jadi bahan bakar untuk perubahan. Sehingga tercipta konfigurasi dan formasi sosial baru untuk mewujudkan lanskap politik nasional maupun lokal.
Kaum Pergerakan yang mencetuskan Narasi Besar ini melahirkan arus dukungan versus arus penolakan dari unit-unit sosial bercorak lama. Arus penolakan inilah yang menganggap Narasi Besar Kaum Pergerakan bermaksud melawan atau melakukan perlawanan.
Jadi, bukan kaum pergerakan yang belum-belum sudah menggaungkan kata lawan, melawan dan perlawanan.
Maka menarik ketika dalam pidato pembelaan Bung Karno saat diadili di depan pengadilan kolonial Belanda di Bandung. “Bukan ayam berkokok maka matahari terbit. Justru karena waktu matahari terbit itulah, ayam berkokok.”
Analogi yang pas buat coretan singkat saya pagi ini.