Biaya Kuliah Makin Mahal

0
509

Oleh : Amin Mudzakkir

Tadi malam saya ikut halal bihalal para mantan aktivis pers mahasiswa UGM di sekitar Lebak Bulus. Acaranya meriah dan berkelas. Terakhir kali saya ikut acara kelompok ini belasan tahun lalu, mungkin ketika masih bujangan.

Saya masih mengenali beberapa orang yang hadir, tetapi kayaknya lebih karena pengaruh media sosial. Keterlibatan saya dalam aktivisme pers mahasiswa, tepatnya di Bulaksumur Post, ketika kuliah di UGM sangat minimal. Saya sedikit aktif satu tahun pertama hanya untuk membunuh kesepian.

Namun mereka yang hadir tadi malam memang tokoh-tokoh terkenal. Mulai dari wakil menteri dan staf khusus menteri hingga juragan warung Tuman. Mereka mulai beranjak tua, tetapi mungkin karena kaya jadi terlihat bahagia.

Pagi ini saya merenung: para senior yang keren bisa seperti itu karena UGM pada zaman mereka kuliah masih mempertahankan status sebagai kampus kerakyatan. Anak-anak rakyat jelata masih bisa sekolah di sana asalkan mempunyai kemampuan akademis yang tidak memalukan. Biaya kuliah murah tapi berkualitas. Waktu saya masuk tahun 2000, biaya per semester 200 ribu rupiah.

Sekarang kondisi sudah amat sangat berubah. kampus-kampus negeri mematok Uang Kuliah Tunggal (UKT) hingga ratusan juta rupiah. Ini sih udah gila. Di Indonesia, otonomi kampus ditafsirkan sebagai kebebasan kampus untuk menarik uang dari mahasiswa sebanyak-banyaknya. Di sisi lain, negara lari dari tanggung jawabnya.

Sebagai mantan aktivis pers mahasiswa yang tanggung dan sebentar, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Berat negeri ini. Saya hanya bengong sambil menghisap cerutu dalam-dalam. Neoliberalisme pendidikan memang bajingan.

Kans Jawara

Tinggalkan Komentar