Oleh : Jacob Ereste
Pelajaran penting dari pengalaman spiritual Nabi Ibrahim Alaihi Salam adalah kesabaran, keikhlasan, ketekunan dan keyakinan yang mendalam hingga tak tergoyahkan untuk meyakinkan banyak bahwa yang patut dan layak disembah itu adalah Allah SWT yang memiliki kuasa atas ciptaan-Nya, jagad raya dan seisinya, termasuk makhluk yang hidup di dunia.
Hasrat Nabi Ibrahim Alaihissalam untuk menegakkan tuntunan dan ajaran langit dengan kesadaran penuh menenteramkan hati serta membersihkan pikiran dari berbagai gangguan dan godaan. Kisah yang terjadi pada 2295 tahun sebelum masehi ini — artinya sudah lebih dari 4300 tahun silam terbilang dengan tarikh Masehi hari ini — sungguh melegenda, karena tetap dikenang sebagai kisah yang monumental sifatnya, seperti yang terkait erat dengan perayaan Hari Raya Idul Adha yang berpuncak pada penyembelihan hewan kurban, sebagai simbolik dari upaya mengenang keihklasan berkurban bersama kepasrahan Nabi Ismail — anaknya — sebagai ketaqwaan, ketaatan kepada perintah Allah SWT tanpa keraguan sedikitpun.
Bayangkan, kasih dan sayang seorang Bapak terhadap seorang anak, telah dia pertaruhkan dengan hati yang ikhlas untuk disembelih. Jadi, bisa dibandingkan bila hari ini — 10 Zulhijah 1445 Hijriah bertepatan pada hari Senin, 17 Juni 2024 acara penyembelihan hewan qurban sebagai bagian dari ritual keagamaan yang sangat bernilai spiritual dilakukan secara serempak usai pelaksanaan Ibadah Hari Raya Idul Adha serta usainya pelaksanaan ibadah haji bagi yang mampu, seperti menyediakan hewan qurban untuk dibagi-bagikan kepada umat yang tidak mampu dan ingin ikut menikmati daging hewan qurban itu.
Tentu saja yang lebih unik dan menarik dalam pembagian daging hewan qurban itu, tidak pernah jadi soal, apakah yang bisa dan boleh menerima daging hewan qurban itu hanya untuk orang Islam saja. Karena yang utama — yang paling berhak menerima pembagian daging qurban hewan yang talah disembelih dengan tata aturan tuntunan dan ajaran Islam yang baik dan benar itu adalah mereka yang tidak mampu. Keutamaan syarat ini pun, tidak berarti melarang mereka yang terbilang mampu, tapi ingin juga menikmatinya.
Artinya, sikap kepedulian sosial bagi sesama umat yang tidak mampu menjadi bagian darin perhatian dari tuntunan langit yang tersirat dalam makna rahmatan lil alamin. Persis seperti substansi dari makna amar makruf nahi munkar yang bersifat universal bagi seluruh umat manusia di bumi, tanpa pandang bulu atau pilih kasih.
Karena itu kegembiraan dan kebahagiaan umat Islam seusai melaksanakan prosesi ibadah haji, lalu merayakan Idul Adha, patut dinikmati dengan penuh suka cita oleh umat manusia di bumi ini. Agaknya, perlu sejenak direnungkan hakekat dari hari Raya Idul Adha — Qurban — sambil menikmati sate hewan sembelihan — sebagai simbolik dari lega lila Nabi Ibrahim Alaihissalam yang tulus, penuh ikhlas serta keyakinan dengan kesabaran seperti yang tergurat dari kisah sejarah pada 4300 tahun silam itu.
Banten, 14 Juni 2024