Puisi Akbar AP*

Berbaris untuk bendera,
Setiap Senin nyatanya tidak berdampak sejahtera,
Hasilnya disiplin melekat,
Patuh dan taat penuh hormat,
Tetapi akankah mental budak terus berlanjut?

Tiap kali upacara, pembina mewarta pencapaian,
Cenderung mengabaikan didikan peduli pada nasib kaum pinggiran,
Dalihnya mendorong agar lembaga semakin emas terakreditasi,
Padahal kepedulian sosial juga panjang hasilnya di arah depan,
Lahirkan insan cendikia berbudi mengabdi.

Sayangnya, siklus sirkus itu lestari regenerasi semenjak upacara setiap Senin pagi.
Badut-badut pengeruk kasir negara telah dikaderisasi,
Para suhu kancil, tikus, ular, dan serigala.
Kontestasi dan kompetisi yang tayang di layar sudah sempurna.
Merompaki ragam lumbung hak rakyat.

Baru-baru ini, pajak-pajak dibuat menjerat.
Panggilan diwacanakan berbayar, lagu-lagu diputar sesudah setor upeti.
Sementara pengaman justru tidak bisa lagi diandalkan.
Sperma buaya negri lain membanjir masuki lembah.
Rahim ibu pertiwi kian terkoyak, bernanah noda kepentingan.

Sudahlah, babat tuntas para badut berjas dan berdasi itu!
Mereka menjijikkan!
Masuk duduk di vila seraya bagi-bagi sembako di antara kolega.
Sebab diizinkan aturan dan gunakan pengamanan pagar berduri timah panas.
Akankah kau betah didongengi sedemikian bodoh melenakan?

Semaken 3, 10 Agustus 2025

*) Akbar Ariantono Putra (mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) terlahir di Bantul pada 2003 silam. Sebagai tunanetra, Akbar tidak berhenti untuk menggali kelebihan di balik kekurangannya, termasuk di sastra. Kegemarannya membaca referensi sejarah, sosial, dan realita yang disajikan media menambah motivasi tersendiri dalam menumbuhkan minat menulis. Akbar dapat disapa via Instagram @akbar_arian223

Advertisement

Tinggalkan Komentar