
Puisi Musftofa W Hasyim
Banjir dan longsor
Longsor dan banjir
menerjang ruang dan waktu yang genting
nenghantam kesadaran
bahwa membiarkan
kejahatan lingkungan
harus dibayar dengan bencana
yang tak terbayangkan sebelumnya
Sumatra yang dulu indah dan molek
telah menjadi ladang penderitaan
Ini cara Tuhan
mengupas topeng wajah manusia sungguh telak
Terkuaklah lapis lapis dusta
yang beracun
dimulai dari dusta pikiran
dusta kata
dusta tindakan
memacetkan aliran proses yang normal
menempuh jalan ilegal pada hakikatnya
tipuan citra menjadi permainan
sehari hari
berkembanglah mafia
menjadi kartel menjadi monster yang ramah di wajah berbelati di hati
Banjir dan longsor
Longsor dan banjir
membuka tabir monster berdasi
selama ini sembunyi
di balik gelondongan kayu dan lembar kertas saham
Monster itu tampak nyata menjulang di antara korban banjir dan longsor
tidak gentar, tersenyum
angkuh dan tidak merasa bersalah
barangkali yang diperlukan
adalah angin lesus raksasa
menghempaskan tubuhnya
hancur berkeping
di bebatuan keras dan hitam.
Di antara sedih dan amarah
di antara ratapan, doa dan protes
masih banyak manusia yang mulia
penolong sesama
mereka berdatangan
membawa bantuan
mewartakan bahtera kebaikan dan keadilan
bisa diusahakan
walau kecil kecilan.
Di balik anggokan ribuan kayu
di sekitar tubuh letih tidur tanpa rumah
rintihan anak anak kelaparan
ada ribuan malaikat santun berdzikir
menjaga melindungi
harapan
Mungkin banyak yang tidak tahu
dari ujung ke ujung lokasi bencana
ada dua malaikat setinggi langit
di tangannya cemeti panjang yang bercahaya
ketika dua anak kecil belum berdusta
bisa melihatnya,
dua malaikat itu tersenyum dan bertanya ramah
” Ada apa Nak?”
“Untuk apa cemeti itu Mbah?”
“Untuk mrnghajar yang membuat pulau ini menderita
merusak bukan hanya lingkungan tapi juga suasana pergaulan dengan alam.”
“Siapa mereka?”
“Monster.”
“Jadi Mbah ini superhero yang akan menghajar monster itu?”
“Betul. Kalian cerdas Nak.”
“Kalau monster itu lari keluar negeri?”
Dua malaikat besar tinggi itu tertawa.
“Cemeti ini akan memanjang mengejar mereka ?”
“Kesaktiannya mirip Pangeran Melar?”
“Betul”
Tiba tiba dua cemeti itu menggelepar
ledakan dahsyat terdengar dari langit barat dan timur.
Anak kecil itu bertanya bersama sama,” Sudah berhasil menghajar monster itu ya mbah?”
“Ya, dua monster telah terkelupas topengnya
menggigil ketakutan.
Sebenarnya kami bisa menghancurkan tubuhnya jadi debu
tapi kami tak sampai hati
lebih baik diadili.”
“Kalau hakimnya meloloskan mereka dari jerat hukum?”
“Tentu kami hukum monsternya. Hakim yang membebaskan monster juga kami hukum.”
“Jadi hakim yang licik dan bobrok mentalnya bisa dihukum?”
“Ya, hakim bisa dihukum kalau dia menjadi bagian dari jaringan kejahatan terhadap negeri dan anak negeri.”
Ajaib, anak itu telah berubah jadi pemuda.
Di tangannya ada segumpal batu dan buku.
Sementara itu hunian baru telah di bangun
Pegunungan gundul telah dihutankan kembali
para monster telah ditangkap
diadili
dipenjarakan
dan dimiskinkan
saat korban bencana banjir dan longsor
dibuat makmur dan kaya
seperti para transmigran dulu
di tanah rantau.
2025











