Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta

Presiden Joko Widodo telah mengumumkan bahwa ia akan mewariskan 16 Proyek Strategis Nasional (PSN) kepada Prabowo Subianto.

Proyek-proyek ini mencakup berbagai sektor, termasuk pembangunan infrastruktur, pengembangan kawasan industri, dan peningkatan konektivitas antarwilayah. 14 PSN diantaranya Pengembangan Pantai Indah Kapuk (PIK) Tropical Concept; Pengembangan Kawasan Industri Wiraraja Pulau Galang; Proyek North Hub Development Project Lepas Pantai Kalimantan Timur; dan Pengembangan Kawasan Industri Neo Energy Parimo Industrial Estate Sulawesi Tengah.

Melanjutkan proyek-proyek tersebut menjadi salah satu prioritas bagi pemerintahan berikutnya untuk memastikan bahwa investasi yang telah dilakukan tidak sia-sia dan bahwa tujuan jangka panjang untuk pemerataan pembangunan dapat tercapai. Dikatakan bahwa 16 PSN warisan tersebut dijanjikan tidak akan menggunakan APBN.

Namun, ada beberapa kerugian yang perlu dipertimbangkan terkait 16 PSN seperti: Ketergantungan pada sektor swasta untuk pembiayaan bisa menjadi masalah jika pihak swasta menghadapi kesulitan keuangan atau perubahan dalam kebijakan bisnis mereka.

Ini bisa menyebabkan proyek tertunda atau bahkan terbengkalai. Misalnya, jika perusahaan yang terlibat dalam proyek mengalami krisis finansial atau perubahan strategi bisnis, proyek dapat terhenti, mengakibatkan kerugian ekonomi dan sosial yang signifikan.

Potensi konflik kepentingan juga meningkat dengan keterlibatan besar pihak swasta, terutama jika pengawasan dari pemerintah tidak memadai.

Hal ini bisa mengakibatkan proyek-proyek lebih menguntungkan bagi pihak swasta daripada publik. Keterlibatan swasta yang dominan tanpa pengawasan yang efektif bisa menyebabkan penyalahgunaan wewenang, di mana keuntungan proyek lebih banyak dinikmati oleh perusahaan daripada masyarakat umum. Ini dapat memperlebar kesenjangan ekonomi dan sosial.

Pengawasan dan regulasi menjadi tantangan besar lainnya. Mengelola dan mengawasi banyak proyek besar membutuhkan kapasitas dan sumber daya yang besar dari pemerintah.

Tanpa pengawasan yang efektif, ada risiko proyek mengalami penundaan, pembengkakan biaya, atau bahkan korupsi. Misalnya, kurangnya koordinasi antara berbagai lembaga pemerintah yang terlibat dapat menyebabkan tumpang tindih tanggung jawab dan penundaan proyek.

Selain itu, ketidakmampuan untuk mendeteksi dan mencegah praktik korupsi dapat menguras dana publik yang seharusnya digunakan untuk manfaat masyarakat.

Ketidakpastian politik juga menjadi risiko. Proyek-proyek strategis ini sangat bergantung pada stabilitas politik dan komitmen pemerintahan yang baru.

Jika terjadi perubahan kebijakan atau pemerintahan baru tidak mendukung kelanjutan proyek, ada risiko proyek-proyek ini terbengkalai. Misalnya, jika pemerintahan baru memiliki prioritas yang berbeda atau tidak memiliki komitmen yang sama terhadap proyek-proyek ini, maka proyek dapat ditunda atau dihentikan. Hal ini tidak hanya membuang sumber daya yang sudah diinvestasikan tetapi juga menghambat perkembangan ekonomi yang diharapkan dari proyek-proyek ini.

Alasan Dibalik Penetapan 16 PSN: Potensi Konflik Kepentingan?

Penetapan 16 Proyek Strategis Nasional (PSN) yang diwariskan dari era Presiden Joko Widodo kepada Prabowo Subianto menimbulkan sejumlah pertanyaan, khususnya mengenai potensi konflik kepentingan.

Proyek-proyek ini mencakup berbagai sektor, termasuk infrastruktur, kawasan industri, dan konektivitas antarwilayah, dan menjadi prioritas bagi pemerintahan berikutnya.

Namun, minimnya partisipasi publik dalam proses penetapan ini menimbulkan kecurigaan akan adanya agenda tersembunyi di balik kebijakan tersebut.

Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi konflik kepentingan terkait pendanaan pilpres. Dalam konteks politik Indonesia, ada sejarah panjang tentang bagaimana proyek-proyek besar digunakan sebagai alat untuk memperoleh dukungan finansial dari pihak swasta yang terlibat.

Pihak swasta yang diuntungkan dari proyek-proyek ini mungkin merasa berkepentingan untuk memberikan dukungan politik dan finansial kepada kandidat tertentu.

Dengan demikian, ada kekhawatiran bahwa penetapan 16 PSN ini bisa jadi merupakan strategi untuk mengamankan sumber daya finansial bagi pendanaan kampanye Pilpres, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Minimnya partisipasi publik dalam proses penetapan ini memperkuat kecurigaan tersebut. Partisipasi publik adalah elemen penting dalam proses pengambilan keputusan yang transparan dan akuntabel.

Ketika publik tidak dilibatkan, keputusan yang diambil cenderung tidak mencerminkan kepentingan masyarakat luas, melainkan kepentingan segelintir elit yang memiliki akses dan pengaruh.

Proses yang kurang transparan ini dapat memfasilitasi praktik korupsi dan kolusi, di mana keputusan dibuat berdasarkan keuntungan pribadi atau kelompok tertentu, bukan berdasarkan manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan.

Oleh karena itu, sangat penting bagi masyarakat dan pengawas independen untuk terus memantau perkembangan pelaksanaan 16 PSN ini.

Evaluasi yang cermat dan transparan perlu dilakukan untuk memastikan bahwa proyek-proyek ini benar-benar memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat tanpa adanya unsur konflik kepentingan.

Pemerintah juga harus membuka ruang partisipasi publik yang lebih luas untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil benar-benar mencerminkan kepentingan rakyat. Tanpa langkah-langkah ini, kecurigaan terhadap adanya agenda tersembunyi dan potensi konflik kepentingan akan terus menghantui pelaksanaan 16 PSN yang diwariskan dari Jokowi ke Prabowo.

Memang benar bahwa sebagian proyek PSN belum dilengkapi dengan skema pembiayaan yang memadai, yang menyebabkan anggaran membengkak di tengah masa konstruksi atau mengalami cost overrun.

Hal ini terjadi karena beberapa proyek direncanakan tanpa perhitungan biaya yang akurat atau tanpa mempertimbangkan kemungkinan adanya eskalasi biaya selama proses konstruksi.

Selain itu, keterlambatan dalam penyediaan dana dari pihak swasta atau pemerintah dapat mengakibatkan penundaan dan peningkatan biaya proyek. Misalnya, jika ada perubahan dalam estimasi biaya bahan atau tenaga kerja, proyek dapat mengalami pembengkakan biaya yang signifikan, yang pada akhirnya membebani anggaran dan menghambat penyelesaian proyek.

16 Proyek PSN tersebut sebaiknya dievaluasi terlebih dahulu sebelum dilanjutkan terutama dalam hal cost overrun, agar tidak membebani APBN.

Evaluasi ini harus mencakup analisis menyeluruh tentang kelayakan proyek, skema pembiayaan, dan potensi risiko. Dengan melakukan evaluasi yang cermat, pemerintah dapat memastikan bahwa proyek-proyek ini dapat diselesaikan tepat waktu dan sesuai anggaran, serta memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat tanpa membebani anggaran negara di masa depan.

Kans Jawara

Tinggalkan Komentar