Oleh : Salamuddin Daeng

Setiap liter BBM ada pajak Rp.2245,3. Jadi kalau beli pertalite satu liter Rp.10.000 maka bayar pajaknya Rp.2245,3 atau 23%. Berat ya?

Pajak memang punya watak kolonial, mengapa karena mengeruk langsung dari kantong rakyat. Daya beli rakyat terkuras melalui pajak. Salah satu pajak yang sangat menguras ini adalah pajak BBM. Ini sangat membahayakan ekonomi karena karena rakyat harus menanggung beban langsung yang seharusnya tidak dibebankan kepada rakyat. Wajar dulu para pejuang pahlawan nasional dengan gigih melawan pajak yang ditetapkan penjajah Barat.

Rakyat tidak menyadarinya. Bahwa setiap liter BBM yang mereka konsumsi dipungut pajak dengan sangat besar. Karena perusakan yang menjadi tulang punggung negara dalam mengurus BBM ternyata membayar pajak dalam jumlah yang sangat besar. Tentu saja pajak ini harus ditanggung oleh masyarakat karena pajak ini menempel dalam setiap harga BBM yang disalurkan oleh Pertamina.

Sebagaimana diumumkan dalam website resmi Pertamina bahwa perusahaan ini membayar pajak tahun 2023 adalah senilai Rp.224,53 triliun. Luar biasa besar. Jika pajak ini seluruhnya menempel pada harga BBM maka dipastikan bahwa setiap liter BBM dibebani pajak sebesar Rp.2245,3 per liter. Luar biasa mahal pajak yang harus ditanggung rakyat setiap liter BBM ini.

Sebagaimana disebutkan dalam website resmi Pertamina bahwa tahun 2023 pertamina berhasil menjual bbm sebanyak 100 juta kl atau 100 miliar liter BBM. Maka dengan demikian maka setiap liternya ada beban pajak kepada rakyat Indonesia senilai Rp2245,3 per liternya. Setiap liter BBM membayar PPN, PBBKB, iuran BPH Migas, dan berbagai pungutan memaksa lainnya.

Mengapa ini menjadi masalah serius? Karena dengan penjualan BBM 100 miliar liter maka setiap orang indonesia yang mencapai 270 juta jiwa mengonsumsi BBM setahun 370 liter per kapita per tahun atau sebanyak 1,015 liter per hari atau jika dituangkan maka sedikitnya Rp.10.147 per hari. Bagi 100 juta penduduk miskin absolut di Indonesia ini sudah melebihi pendapatan perkapita mereka per hari. Jadi memakai BBM adalah masalah serius yang harus diakhiri.

Skenario pemerintah menaikkan pajak terutama Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka mengejar target belanja tahun 2025 tentu akan semakin meningkatkan beban pajak yang harus dibayarkan setiap liter BBM. Kebijakan ini akan lebih lanjut mengakibatkan semakin tertekannya daya beli masyarakat yang menjadi masalah terbesar masyarakat Indonesia sejak covid 19 yakni daya beli yang jatuh. Kondisi ini belum pulih sampai dengan saat ini.

Pemerintah sebaiknya mengevaluasi kembali semua pajak-pajak atas barang dan jasa-jasa yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Harus ada skenario menghapuskan pajak untuk barang atau jasa yang merupakan hajat hidup rakyat banyak seperti BBM, listrik. Transportasi logistik, bahan makanan pokok, yang jika rakyat tidak dapat memenuhinya maka keselamatan hidup menjadi taruhannya. Cara terbaik untuk meningkatkan pendapatan negara adalah bagi hasil sumber daya alam. Karena SDA adalah kunci kedaulatan ekonomi Indonesia. Pendapatan SDA mesti dibagi merata kepada seluruh rakyat.

photo : kompas

Kans Jawara

Tinggalkan Komentar