Oleh: Ishak Rafick, POSKO Penyelamatan NKRI

Berbagai elemen perguruan tinggi, mahasiswa dan aktivis perubahan menggelar Protes massal di depan gedung DPR-RI (220824: 10.00). Mereka merangsek dan menjebol beberapa bagian pagar. Dinasti Jokowi dijadikan musuh bersama. Akankah berkembang jadi People Power yang memporakporandakan semua?

Hampir seluruh elemen perguruan tinggi, mahasiswa, aktivis gerakan perubahan dan masyarakat protes terhadap Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI. Mengapa? karena Baleg bersidang kilat pagi itu guna menganulir Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 60 dan 70 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Mereka seperti kebakaran jenggot, dan karena itu perlu bersidang kilat demi membela penyanderanya. Tidak masuk akal? Memang.

Keputusan MK tersebut memang terang-terangan mengurangi batas electoral threshold. Ini diyakini bisa bikin karam Dinasti Jokowi, yang akibat kepongahan Bahlil, dapat gelar Raja Jawa. Di Jakarta, misalnya, electoral threshold diturunkan MK dari 20 – 25 persen ke 7,5 persen. Ini memungkinkan PDIP mengajukan cagub/cawagub tanpa berkoalisi dengan partai lain. Artinya juga PDIP bisa mengajukan Anies Baswedan, yang disenangi warga Jakarta, berdampingan dengan kader PDIP Hendrar Pribadi atau yang lain. PDIP Megawati dan tim, yang smart dan berpengalaman, tentu akan meraup peluang ini. Skenario tim Dinasti Raja Jawa, yang ingin melumpuhkan PDIP di pilkada, pupus.

Lalu dalam urusan usia, Keputusan MK tersebut mengembalikannya pada aturan awal, yaitu 30 tahun pada saat penetapan calon. Bukan 30 tahun saat dilantik seperti diubah MA. Ini melemparkan Kaesang Pangarep dari arena Pilkada. Orang menilai ini sebagai kemenangan akal sehat. Indonesia mesti kembali ke alam demokrasi. Politik sandera ketum parpol stop, kecuali bagi mereka yang masih ingin membudak. Mereka ini bisa pasang badan untuk dapat ridho presiden di sidang baleg atau cari aman di bangku penonton. Alasan bisa dicari-cari.

Sidang kilat Baleg tersebut sekaligus membuktikan DPR-RI menolak mewakili rakyat dan memilih memperjuangkan kepentingan pemerintah yang dikendalikan oligarki. Untuk apa? Demi melicinkan jalan Kaesang Pangarep si putra bungsu Presiden Jokowi nyagub/nyawagub. Jadi bukan tidak mungkin badai protes ini akan berlangsung lama.

Beberapa kelompok kecil dari BEM-UI, BEMSI dan Alumni Perguruan Tinggi (PT)SI mendatangi saya di depan gedung DPR/MPR. Mereka menanyakan: bagaimana selanjutnya? Beberapa minta saya orasi. Beberapa lagi teriak, ‘Arahan bang isak. Arahan…!’

Saya bilang kehadiran kalian di depan gedung wakil rakyat ini sebagai antisipasi terhadap sidang Baleg DPR, yang mau membatalkan Keputusan MK no 60 dan 70 atau membuat UU Pilkada baru, menunjukkan bahwa kalian tidak butuh arahan. “Kalian generasi muda Indonesia sudah tau apa yang harus dilakukan,” jawab penulis.

Saya memang tidak mengada-ada. Apalagi bila dilihat spanduk-spanduk, poster-poster yang dibentangkan adik-adik mahasiswa dan alumni PTSI ini. Juga orasi mereka di atas mobil komando. Mereka berteriak tangkap Raja Jawa! Hentikan perampasan tanah-tanah rakyat untuk diberikan kepada konglomerat penghisap darah dengan stempel proyek stragis nasional (PSN).

Kepalan tangan protes juga ditujukan ke KPK yang dikendalikan rezim, UU Ominibus Law/Cipta Kerja yang membawa Indonesia memasuki era penjajahan baru. Pun hukum, Perppu dan perundang-undangan, serta aparat yang dijadikan alat kekuasaan untuk merusak demokrasi. Itu bagi saya sungguh luar biasa. “Perampasan tanah rakyat di Rempang, Seruyan, Papua, Wadas, Kendeng, Tanjung Pasir dll semua masuk radar kalian. Kini kalian jadi garda depan pembela bangsa dan rakyat Indonesia yang sedang diplot jadi bangsa koeli dan koelinya bangsa-bangsa lewat kebijakan, perundang-undangan dan tindakan aparat. Selamat berjuang! Doa kami di nadi kalian,” kata penulis.

Berpijak pada semangat perubahan yang dibawa adik-adik kita itu saya yakin gerakan ini akan berlangsung lama. Sebab tim dinasti, para antek pendukungnya, dan cukong-cukong yang selama ini diuntungkan akan melawan dengan masif, terencana dan terstruktur. Sehingga ini akan berkembang jadi tsunami sosial berdarah-darah seperti Reformasi 1997/1998, yang memporandakan semua. Ujungnya adalah cabut mandat presiden dan wapres sebelum 20 Oktober 2024. Sebab memang satu paket.

Protes massal tgl 22 Agustus 2024 itu tentu tidaklah ujug-ujug. Ini merupakan satu rangkaian protes panjang, yang berlangsung sejak 2015/2016 ketika gejala metamorfosis Jokowi menjadi diktator, mulai tercium.

Terutama sejak Jokowi menaikkan BBM Rp 2 ribu/liter pada 15 November 2014. Ini mendorong rakyat masuk jurang kemiskinan. Lalu disusul pengganyangan terhadap KPK, kriminalisasi ketua KPK Abraham Samad dan Bambang Wijoyanto, dan penggantian 5 komisionernya. Setelah itu ada penggarapan berbagai Perppu dan revisi UU anti demokrasi sampai RUU BPIP/HIP.

Nah sejak akhir Juli sampai Agustus 2024 ini saja, sekedar menyebut sebagian, ada 4 hajatan aktivis dan intelektual yang sangat berperan memicu perlawanan. Yang pertama, diskusi di Batik Kuring yang mengusung tema Politik Dinasti Jokowi, Sebuah Penghancuran terhadap Demokrasi dan Penegakan Hukum (31 Juli 2024). Kedua, Rembug Kebangsaan Senator ProDEM di Hotel Kaisar (13 Agustus 2024). Ketiga, Pembentukan POSKO Penyelamatan NKRI (17 Agustus 2024) dari Keluarga Besar Universitas Indonesia (UI) bersama purnawirawan dll. di Kampus UI Salemba – Jakarta. Keempat, Diskusi Petisi 100 di Gedung Djoang 1945 (19 Agustus 2024) Temanya: Menanti Akhir Buruk Pemerintahan Jokowi, Tangkap dan Adili Jokowi. Jadi semuanya telah mengkristal menjadikan Dinasti Jokowi sebagai musuh bersama. Jadi unsur pertama dalam people power terpenuhi, yaitu adanya musuh bersama.

Menurut MasaDepan Institute tentu protes di depan DPR/MPR (220824) ini pun bisa berkembang jadi pencabutan mandat 575 anggota DPR 2019 – 2024. Mereka yang terpilih lagi untuk 2024 – 2029 dan wakil-wakil pengusaha yang terpilih lewat sogokan dan jual beli suara akan dikeluarkan. Syukur bila tak ditangkap dan diseret ke pengadilan rakyat bersama presiden dan kabinetnya.

Juga 30 konglomerat superkuasa atau oligarki bersama keluarga dan anak cucunya akan ditangkap dan dihukum berat. Kekayaan dan aset yang diperoleh lewat jalan manipulasi akan disita untuk negara. Konstelasi bisnis akan diatur ulang. Gurita bisnis, yang sudah menjalar ke mana-mana, akan dipaksa kembali ke bisnis inti (core)nya seperti di Korea Selatan. Para konglo inilah yang menikmati hasil penindasan, subsidi listrik, perampasan daerah-daerah strategis, tambang, dan diduga menjadi mafia di segala lini. Mereka pun piawai mengendalikan pemerintahan yang korup, wakil rakyat dan parpol. Sehingga mendapat berbagai fasilitas dan kemudahan, serta bisa memesan kebijakan, Perppu atau undang-undang yang menguntungkan mereka.

Menurut catatan Masa Depan Institute dan Gerakan Perubahan tidak tertutup kemungkinan Kabinet dan DPR 2014 – 2019 ikut diseret, karena telah ikut menjerumuskan negara sampai berkembang seburuk ini.

Bila Prabowo, yang telah memenangi pilpres dan timnya tak pandai bermain di arus perubahan ini untuk melepaskan diri dari dinasti, bukan tidak mungkin akan terkena imbasnya. Prabowo kini punya peluang untuk mencoret menteri-menteri lama, yang dipaksakan Jokowi untuk masuk kabinet. GOLKAR dan PKS yang kehilangan nalar di ujung waktu, mesti segera putar haluan meralat arahan segelintir orang dalamnya yang telah pindah ke lain hati. [IR]

(To be continued)
Depan Gd DPR/MPR
IR, 220824: 15.46

Kans Jawara

Tinggalkan Komentar