Oleh : Rickardo Chairat

Budaya merupakan identitas suatu bangsa. Di dalam budaya sendiri ada norma yang tertanam dan menjadikan kehidupan manusia sebagai makhluk sosial di lingkungan tempat tinggalnya menjadi tertata. Budaya, ndak lakang dek paneh, ndak lapuak dek hujan. Tetap bertahan di hiruk pikuknya budaya asing yang datang silih berganti.

Salah satu suku bangsa yang masih memegang teguh budaya sebagai pedoman dalam cara hidup bermasyarakat adalah suku Minangkabau. Sampai sekarang budaya yang berlaku di Minangkabau masih tetap hidup dan terus berproses menghadapi berbagai perubahan. Semua itu bisa terjadi karena masyarakat Minangkabau selalu memakai dan mengamalkannya agar tetap tertanam pada generasi penerus.

Seperti diketahui, generasi muda sekarang cenderung lebih menyukai sesuatu yang baru. Mereka lebih suka musik disko, joget-joget, dan meniru tingkah laku yang viral di media sosial. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua dan niniak mamak di Minangkabau dalam mempertahankan dan melestarikan budaya yang berlaku di sana. Menjaga kaum muda Minangkabau agar tidak larut dengan budaya baru yang bisa mengubah tatanan kehidupan masyarakat. Terutama bagi perempuan. Oleh karena itu, kepedulian dan kerjasama seluruh masyarakat dan pemerintah daerah dalam melastarikan budaya sendiri sangatlah dibutuhkan.

Salah satu cara untuk menarik minat kaum muda agar selalu mencintai dan tidak melupakan budaya sendiri adalah melalui seni. Seni dan budaya saling berkaitan. Seni adalah ekspresi dari budaya, karena di dalamnya ada nilai dan identitas. Contohnya tarian tradisional, lagu-lagu daerah dan sebagainya. Semua itu bukan hanya untuk menghibur, namun ada pesan dan sejarah terkandung di dalamnya.

Selain memiliki nilai estetik, seni juga mempunyai fungsi sosial. Dan seni bisa mempersatukan, memperkuat identitas masyarakat, dan seni dapat beradaptasi mengikuti perkembangan zaman. Bahkan seni bisa menjadi mata pencarian. Semua itu perlu kreativitas dari para penggiatnya.

Kreativitas dari pegiat seni inilah yang perlu didukung oleh pemerintah daerah. Memberikan kesempatan bagi mereka untuk tampil, memperkenalkan karya mereka, memberikan ruang bagi mereka untuk menjelaskan filosofi dari seni yang mereka kembangkan.

Pemerintah daerah juga bisa mendukung para pegiat seni ini dengan memberikan izin kepada mereka, baik perorangan maupun yang tergabung dalam suatu komunitas untuk terus eksis. Apalagi yang berkaitan dengan seni tradisional.

Di wilayah Minangkabau, khususnya Kota Padang, kerjasama antara pegiat seni dan pemerintah daerah sudah cukup bagus. Terlihat dari kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh pemerintah daerah. Di mana dalam beberapa kegiatannya, Pemerintah Daerah Kota Padang mulai memberikan ruang kepada para pegiat seni atau komunitas seni yang ada di Kota Padang untuk turut mengisi acara.

Salah satu komunitas yang pernah tampil mengisi acara yang diadakan oleh Pemerintah Daerah Kota Padang adalah KPJ (Komunitas Pemusik Jalanan) Sakato Sumbar yang beranggotan empat orang, yaitu Doni (Vokal, Gitar dan Jimbe), Baron (Vokal, Gitar dan Harmonika), Odeck (Melodi) dan Andre (Vokal dan Gitar).

Para pembaca mungkin sudah bisa menebak bahwa KPJ Sakato Sumbar adalah kumpulan para pengamen jalanan. Benar sekali. Anggota KPJ Sakato Sumbar adalah para pengamen. Mereka biasanya sering tampil di ruko-ruko yang berada di wilayah Pondok, Kota Padang. Menghibur para pengunjung yang datang untuk menikmati berbagai macam kuliner yang tersedia di sekitar daerah itu.

Namun ada satu hal yang membedakan KPJ Sakato dengan pengamen jalanan pada umumnya. KPJ Sakato adalah kumpulan pengamen jalanan yang mempunyai tujuan. Mempunyai visi dan misi. Mereka bukanlah pengamen yang mana setelah bernyanyi, dapat uang, kemudian pulang dan tak peduli pada lingkungan. KPJ Sakato adalah kumpulan pengamen yang ingin diakui secara legal oleh negara dan pemerintah, serta bisa melakukan sesuatu yang berfaedah.

Sampai akhirnya, pada tanggal 11 Januari 2021, menjadi tanggal bersejarah bagi mereka. Karena pada tanggal tersebut, mereka resmi mendirikan Komunitas Pemusik Jalanan Sakato Sumatera Barat, berdasarkan Akta Notaris Nomor 03 yang dibuat oleh Helsi Yasin, S.H., M.H. Kemudian di sahkan oleh Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-0008813.AH.01.07.Tahun 2021, yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Juli 2021.

KPJ Sakato Sumbar adalah komunitas seni yang siap berkolaborasi dengan semua lapisan masyarakat. Uang bukan menjadi prioritas utama kelompok seni ini. Dilihat dari rekam jejaknya, KPJ Sakato Sumbar tidak saja bisa bermusik sambil bernyanyi, tapi juga bisa “menari”. Menari dalam artian bergerak membantu sesama dalam sebuah aksi sosial. Seperti ketika Covid 19 mewabah, KPJ Sakato turun ke jalan. Mencoba menghibur masyarakat di lampu merah dengan bermain musik sambil mengumpulkan donasi untuk warga yang terdampak.

Masih pada suasana Covid 19, KPJ Sakato Sumbar juga mengadakan Senam Sehat dan Bermusik di Pantai Purus Padang selama tiga bulan. Dan tentunya kegiatan ini sudah seizin dinas terkait, yaitu Dinas Pariwisata Kota Padang. Dukungan dari Dinas Pariwisata Kota Padang, sangat membantu KPJ Sakato Sumbar untuk memberikan kontribusi positif pada masyarakat kala itu. Meskipun dukungan dari dinas hanya berupa izin tempat, namun hal tersebut bagaikan pembuka jalan bagi KPJ untuk bisa berbuat lebih untuk nagari.

Setelah megadakan kegiatan sosial tersebut di atas, KPJ Sakato Sumbar mendapat kepercayaan dari pemerintah daerah, dengan menerima SK dari Walikota Padang dan ditunjuk sebagai Pemusik Pengantar sebelum acara Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) XV pada tahun 2022.

Pada 2023, mereka juga mengisi acara hiburan di kegiatan Pekan Nasional (Penas) Petani Nelayan XVI di Padang. Dengan membawakan tembang lawas dari berbagai daerah, seperti Ayam Den Lapeh (Sumatera Barat), Situmorang (Sumatera Utara), Balada Pelaut (Manado), Sajojo (Papua), Hujan Gerimis Aje (Jakarta), dan Ojo Dibandingke (Jawa Timur).

KPJ Sakato Sumbar berkomitmen untuk turut serta menjaga dan meletarikan budaya yang ada, terutama budaya Minangkabau. Mereka aktif dalam kegiatan-kegiatan kebudayaan yang ada di Kota Padang. Dan pernah mewakili Kota Padang pada acara Panggung Kebudayaan Daerah (PKD) Sumatera Barat. Di mana PKD itu sendiri bertujuan untuk memperlihatkan keragaman seni dan budaya tradisonal dari 19 Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Barat, serta melihat capaian kreativitas dalam pengembangan budaya lokal.

Terdapat beberapa kegiatan lain yang diisi oleh KPJ Sakato. Terakhir mereka diberi panggung khusus oleh Nan Jombang Dance Compeny dalam acara Kaba Festival X Nan Balega. Acara tersebut bertujuan untuk memajukan dan melestarikan seni tradisi di Sumatera Barat.

“KPJ Sakato Sumbar akan terus berproses, berkarya, bersemangat untuk membangun nagari melalui musik,” kata Doni, selaku Ketua dari KPJ Sakato Sumbar.

“Kami berniat dan berusaha untuk terus melestarikan budaya melalui musik terutama Musaik Gamad. Dan kami punya keinginan memiliki sanggar dan studio musik sendiri, agar kami bisa fokus mengasah keterampilan dan menyediakan tempat bagi rekan-rekan pencinta seni di Kota Padang untuk berlatih bersama,” imbuhnya menambahkan.

Banyak cara untuk turut serta melestarikan budaya lokal. Contohnya seperti yang dilakukan oleh KPJ Sakato Sumbar. Dengan bermain musik mereka bisa memberikan nuansa baru. Memberikan daya tarik tersendiri. Dan secara tersirat bisa menjabarkan mengenai indahnya budaya alam Minangkabau.

Meskipun anggota dari KPJ Sakato Sumbar sudah tidak muda lagi, tuo alun, mudo talampau, namun semangat mereka dalam berkarya dan melestarikan budaya, tidak perlu diragukan lagi. Semoga saja KPJ Sakato Sumbar bisa menjadi pelopor bagi kawula muda di Minangkabau, untuk kembali mengenal budayanya sendiri. (RR)

Advertisement

Tinggalkan Komentar