Oleh: Rickardo Chairat

Merasa hebat
Merasa terhormat
Merasa terkuat
Lahirkan arogansi laknat

Mengaku bodoh, namun masih memakai “tetapi”
Mahkota putih di kepala
Dijadikannya senjata
Membungkam suara-suara derita

Tidak mau belajar karena merasa pintar
Suka berkaca pada pengalaman yang belum tentu benar
Bermain-main dengan sastra terindah
Tanpa ada rasa bersalah

Nama-Nya dijadikan tameng untuk membela orang salah
Memotong-motong isi kitab sesuai dengan keperluan
Dan dia pun berkata, “saya ikhlas, silahkan jatuhi hukuman, tetapi jangan pakai nafsu. Utamakan rasa”
Sedangkan kata “adil” dia sembunyikan di kantongnya

Dia tidak peduli dengan anak yang trauma
Dia tidak peduli dengan orang tua yang bathinnya terluka
Dia tidak peduli dengan orang-orang yang resah
Yang dia peduli hanyalah melindungi saudaranya yang salah dan menekan orang yang dianggapnya lemah

Begitulah cara orang yang merasa terhormat, tidak bisa menghormati
Begitulah cara orang yang merasa hebat, bermain lidah untuk membodohi
Begitulah cara orang yang merasa terkuat, merasa berkuasa, selalu ingin pegang kendali
Begitulah cara orang yang sudah lupa diri

Padahal, setiap alarm berbunyi
Dialah yang pertama kali berlari
Menuju istana
Dan berdiri di singgasana

Namun sayang akal sudah lama tidak bekerja
Dalam pikiran hanya mencari validasi
Abai dengan fungsi
Mambuek adat indak taisi, limbago nan indak tatuang

Bungo, 17 Desember 2025

Advertisement
Previous articleUGM Perkenalkan Model G2R Tetrapreneur sebagai Inovasi Gotong Royong Wirausaha untuk Menciptakan Pertumbuhan Pusat Ekonomi Baru dalam Seminar Nasional & Kongres V Forum Dewan Guru Besar Indonesia (FDGBI)
Next articleApresasi Sastra ”Tukar Akar” di Omah Petroek

Tinggalkan Komentar