Puisi Slamet Widodo
Telah berjuta jiwa menerka tuhan.
Lelah di dalam pencarian.
Kalah di puncak pengharapan.
Matahari pun tak luput dari sergapan.
Inikah tuhan.
Terangi kehidupan.
Mengapa sore kelelahan.
Oh bukan.
Matahari membelalakkan mata.
Marah melihat jiwa terjerat pesona.
Merasa diri noktah cipta.
Mengabdi jalani titah Sang Maha.
Mata tunggal selalu membara.
Dari masa ke masa hingga pudarnya dunia.
Tak berkedip walau sedetik saja.
Karna bumi mudahkan berbeda.
Siang malam tiada beda.
Jiwa berbangsa raga bernusa.
Usia makin menua.
Kembara hati tambatkan bahagia.
Sekiranya malam ini malam pergantian.
Andaikan jiwa jiwa khusuk merenungkan.
Cipta rasa karsa kemanusiaan manunggal dalam kesemestaan.
Tentu triliunan rupiah tak berhamburan.
Namun ambisi menciptakan tradisi.
Jiwa jiwa terlena kesenangan nisbi.
Rubuh rubuh gedang terompet kembang api.
Serempak sorak hore lalu sepi.
Sepertiga malam sunyi
Mati sak jroning urip, urip sak jroning pati.
Mawas diri.
Introspeksi.
Kontemplasi.
Mangening manembah manekung maneges manembah Gusti.
Menangisi kebodohan diri.
Menyesali kecerobohan hati.
Mengingat mati itu pasti pasti.
Menghitung cukupkah amalan selama ini.
Senin, 31122024
Kotagede,Yogyakarta
Advertisement