Oleh : Jacob Ereste

Menulis itu adalah ekspresi jiwa, kalau bukan maka hasilnya tidak punya ruh, alias mati tak dapat menjadi lawan dialog yang mengasyikkan. Jadi kalau hasil tulisan yang disuguhkan kepada publik tak mendapatkan tanggapan — tak kecuali yang negatif sekalipun dari pihak pembaca — itu artinya dapat dikata telah gagal untuk menyapa publik sebagai tujuan utama dari tulisan yang disuguhkan.

Tentu saja tulisan yang dimaksud dari paparan ini bukan yang cuma sekedar haha hihi, ceriwis memberi komentar pada tulisan orang lain yang serius, ingin memberi sesuatu yang bernilai, meski tak terlalu bermutu.

Karena pada dasarnya tulisan yang ditulis dengan suatu kesadaran pasti memiliki tujuan untuk berbagi, setidaknya informasi atau pemikiran yang bisa disebut opini. Padahal, apapun bentuk tulisan yang tersaji kan itu pasti mengungkap suatu berita — atau cerita — cuma soalannya menarik atau tidak untuk dikonsumsi oleh banyak orang itulah indikator penentu dari penting dan perlunya tulisan itu untuk dibaca oleh publik.

Karena bukan mustahil suguhan tulisan maupun gambar yang begitu mudah diposting atau diteruskan dari sumber yang lain tak pernah dibaca atau sekedar dilirik pun tidak oleh pembaca — jika dalam dalam bentuk visual atau foto maupun video — yang kita anggap menarik untuk mendapat perhatian dari pembaca whatsapp atau facebook maupun telegram dan sejenis media yang berbasis internet.

Pada mulanya dulu banyak orang yang masih mengabaikan peran media sosial yang berbasis internet untuk dijadikan sebagai sarana komunikasi yang terhandal di era milenial sekarang ini. Para peserta Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) yang akan segera berlangsung pada September 2024 di Indonesia mulai melirik untuk bisa memaksimalkan media online sebagai sarana kampanye atau bahkan untuk sosialisasi diri serta gagasan guna merebut kursi sebagai kandidat terpilih dengan cara yang bisa dikata murah meriah ini. Karena media cetak konvensional dan audio visual seperti televisi — selain ongkosnya relatif mahal juga tidak lagi menjadi kegandrungan banyak orang yang merasa lebih gampang dan mengikuti semua perkembangan yang terjadi hari ini melalui medi online — bahkan untuk berita kemarin serta apa yang bakal terjadi besok — bisa dianalisis secara sederhana melalui telepon genggam atau handphone yang sudah hampir dipunyai oleh semua orang yang terbilang miskin sekali pun.

Jadi media sosial pada hari ini semakin menjadi sarana yang penting untuk komunikasi, memperoleh informasi serta sarana publikasi bagi publik. Maka itu, tak lagi ada ceritanya untuk mengabaikan media sosial berbasis internet sekarang ini guna memperoleh kecepatan komunikasi, informasi dan publikasi yang paling efektif.

Masalahnya, tinggal bagaimana orang yang bersangkutan mau dan mampu memanfaatkan media sosial dengan baik dan efektif hingga bisa memberi nilai tambah, bukan lagi sekedar jadi aksesoris penghias diri agar sekedar dapat disebut sebagai manusia modern. Padahal, hand phone yang tercanggih sekalipun tidak akan memberi manfaat yang maksimal kalau cuma untuk haha hihi semata. Atau sekedar untuk bermain game guna menghibur diri dari kepenatan hidup sehari-hari.

Yang lebih gawat, bila hand phone yang mahal itu cuma untuk ngerumpi atau berkomentar nyinyir kepada ide, gagasan atau informasi serta publikasi yang disajikan dari orang lain atau suatu nara sumber yang dikomentari dengan nada dan gaya yang sumbang dengan sikap yang pongah.

Setidaknya itulah yang pernah terjadi pada beberapa waktu lalu, ketika kesadaran untuk menggunakan media sosial yang berbasis internet masih dipandang dengan sebelah mata yang belum sepenuhnya terbuka. Termasuk dari kalangan aktivis pergerakan yang kini tampak lelah akibat fanatis menganggap bahwa berjuang yang heroik itu harus turun ke jalan. Kecuali itu, toh maraknya media online yang mulai dikelola secara profesional oleh kawan-kawan yang berbasis jurnalistik terus bertumbuh dan berkembang dari pusat hingga daerah menjadi bidang pekerjaan yang patut menjadi perhatian semua pihak — utamanya pemerintah pusat serta pemerintah daerah supaya potensi yang perlu dibina itu dapat terus berkembang, bukan cuma sebagai sarana publikasi, komunikasi dan informasi, tetapi juga sebagai bidang pekerjaaan yang bisa ikut menekan tingkat pengangguran yang tak kunjung mampu diatasi oleh pemerintah

Banten, 6 Mei 2024

Kans Jawara

Tinggalkan Komentar