Oleh : Pril Huseno
KANS News || Kisah pilu kembali terulang di jalur maut mudik lintas Jawa barat – Jawa Tengah. Dua minibus GrandMax dan Toyota Terios, punah terbakar di KM 58 Tol Cikampek area Karawang, setelah bertabrakan dengan bus Patra Jasa. Korban jiwa 12 orang hangus, lainnya luka berat (detik.com,08/04/2024).
Konon, supir GrandMax teledor melajukan kendaraan ke arah lajur berlawanan di contraflow, sehingga bus tidak mampu lagi mengerem saking kencangnya, dan terjadilah musibah itu.
Jumlah pemudik yang melonjak 34% tahun ini atau sebanyak 193,4 juta pemudik, memang menjadi fokus perhatian semua stakeholder lalu lintas dan perjalanan mudik Lebaran 2024.
Betapa tidak, jumlah manusia sebanyak itu menjadi yang terbesar dalam sejarah mudik di Indonesia, pasti membutuhkan strategi jitu agar prosesi tahunan mudik berjalan lancar, aman, dan selamat bagi para pemudik. Meski jalur laut melalui transportasi kapal-kapal TNI AL dikerahkan dalam mengangkut pemudik, namun perjalanan darat tetaplah menjadi primbadona bagi para pemudik, dan sudah pasti menjadi moda transportasi paling ramai.
Tak pelak, tiket mudik via kereta api dan pesawat udara ludes. Penggunaan mobil pribadi dan kendaraan roda dua menjadi pemandangan seru drama mudik kali ini. Drama-drama kemacetan panjang di hari puncak mudik ke Jawa Tengah dan Jawa Timur di jalan tol lintas Jawa, menghiasi aneka pemberitaan media massa.
Dibutuhkan sistem dan manajemen jalan tol yang mumpuni agar kemacetan tidak lagi menjadi malapetaka bagi pemudik, yang meminta belasan jiwa seperti peristiwa beberapa tahun silam, di mana lebih dari 17 pemudik meregang nyawa karena terjebak kemacetan parah di pintu keluar tol Brebes (Brebes Exit-Brexit) selama 29 Juni hingga 5 Juli 2016. Ketika itu pintu tol Brebes Timur memang baru saja diresmikan, namun sistem dan manajemen keselamatan jalan tol ketika terjadi kemacetan luarbiasa tidak berjalan dengan baik.
Di balik selebrasi lebaran Idul Fitri 2024 kali ini, sesungguhnya kita melihat antusiasme dan keinginan luhur para pemudik yang mayoritas dilakoni oleh masyarakat kelas menengah ke bawah, untuk tetap pulang ke kampung halaman meski masih dibebani oleh kenaikan harga bahan-bahan pokok. Kenaikan harga beras yang amat tinggi mencapai Rp16,000 an ke atas per kilogram, yang diikuti oleh kenaikan harga bahan pokok lain sebagai dampak hukum permintaan menjelang Idul Fitri 2024, ternyata tidak menyurutkan niat mudik sebagian besar masyarakat. Orkestrasi panjang arus mudik dan kemacetan dengan berbagai efek sampingnya, membuktikan itu.
Masyarakat kita sepertinya telah terbiasa menyandang beban himpitan hidup yang berat, dan hampir selalu survive melewatinya. Indeks gini rasio yang terus melebar menyentuh 0,388 (BPS, Maret 2023) bukan menjadi halangan dalam menjalani ritual tahunan mudik lebaran. Tentu saja dengan catatan penting pengorbanan dan ketabahan luar biasa untuk berhemat sebisa mungkin.
Oleh karena itu pula, dibutuhkan sebuah pemerintahan yang mampu mampu menghayati dengan baik, peran pengorbanan dan ketabahan masyarakat dengan mempemudah semua aspek pelayanan publik.
Mengelola dengan cerdas dan disiplin sistem manajemen jalan raya, non tol ataupun jalan tol, agar menciptakan rasa aman, nyaman, selamat dan bebas dari kemacetan selama selebrasi mudik tahunan Idul Fitri 2024 adalah salah satu bentuk kepedulian terhadap masyarakat.
Bentuk-bentuk pengelolaan psikososial masyarakat yang terhimpit beban kehidupan ekonomi seperti saat ini, harus selalu mampu ditemukan rumusan-rumusan jitu model problem solving. Para pakar pemerintah dan elemen masyarakat terkait yang khusus menekuni bidang pengelolaan dampak sosial, tentunya telah mempunyai solusi-solusi terbaik. Salah satu problem solving penting adalah segera menelurkan kebijakan untuk menurunkan harga-harga.
Hal-hal di atas selayaknya dilakukan, tak lain dan tak bukan karena rakyat kebanyakan adalah sebenar-benarnya pemegang hak kedaulatan negara yang menitipkan amanah pengelolaan negara-bangsa kepada sekelompok cerdik pandai yang mengelola pemerintahan. (p17)