Oleh : Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle

Istilah Pemburu Yahudi (Jew Hunt) telah menjadi berita dunia dan ditanggapi presiden Amerika, berbagai presiden Eropa, orang-orang terbesar di dunia baik dari kalangan bisnis, maupun akademis, setelah ribuan pemuda Yahudi di Amsterdam Belanda mengalami kekerasan sadis seminggu lalu. Pemuda Yahudi ini adalah suporter bola klub mereka, Maccabi, yang datang dari Israel, ketika bertanding melawan Ajax, klub Amsterdam, pada Kamis 7/11, Liga Champions.

Sehabis pertandingan bola, para supporter Israel diserang dengan gerakan “hit and run” menggunakan tongkat, batu dan pisau oleh pemuda Belanda yang menggunakan scooter, sepeda dan berlari.

Seorang pemuda Yahudi direndam di sungai dingin sekian lama dan dilepas dengan syarat mereka meneriakkan “Free Palestine”. Berbagai kekerasan lainnya, seperti memecahkan kepala, dilakukan dengan berbagai bentuk dan disebarkan melalui media sosial secara masif. Ratusan pemuda Yahudi itu kocar-kacir ketakutan, berusaha melepaskan diri lari menuju hotel mereka.

Lalu sekarang muncullah istilah Jew Hunt (Pemburu Yahudi) yang menghiasi berbagai berita dunia. Istilah Jew Hunt muncul antara lain di “Police foil ‘Jew Hunt’ in Belgium Amid Fears of Copycat Attack” (the Times), “Several People Arrested in Antwerp following calls for “Jew Hunt” (The Brussels Time), “‘Jew Hunt’ Organized Ahead on Antisemitic Amsterdam Attack” (New York Post), “Call for ‘Jew Hunt’ Preceded Attack in Amsterdam (Wallstreet Journal).

Istilah ini muncul ketika PM Israel, Netanyahu, marah atas kekerasan yang dialami pemuda Yahudi di Amsterdam itu secara sadis. Netanyahu membanding penganiayaan ini dengan “Kristallnacht”, suatu aksi “pogrom” atau memburu orang-orang Yahudi pada tanggal yang hampir sama tahun 1938, di Jerman. “Holocaust” atau pembantaian jutaan orang Yahudi era lalu, menjadi trauma Bangsa Yahudi seumur hidupnya. Holocaust merupakan kelanjutan dari Kristallnach itu, di mana 6 juta orang Yahudi meninggal dibunuh rezim Hitler, baik mati karena dimasukkan ke ruang gas, maupun kekejaman lainnya. Menurut Netanyahu kejadian Amsterdam lalu adalah hal yang sama, pemburuan orang Yahudi.

Namun, istilah pembantaian sebenarnya propaganda bombardir dari Netanyahu dan pemimpin dunia pro Israel. Pemimpin Belanda, keturunan Yahudi Sukabumi Jawa Barat, Geert Wilders, misalnya, marah. Dia pro Israel. Sebagai pemimpin pemenang pemilu di Belanda, dia meminta Walikota Amsterdam mundur. Dia kecewa tidak seorangpun yang dipenjara atas kekerasan yang terjadi. Dalam X nya dituliskan, “I am speechless. Amsterdam Police just confirmed that NO ONE has been arrested during the Islamic Jewhunt in Amsterdam on Thursday night. All arrests have been made before and during the soccer match and NOT during the pogrom.” Namun, fakta kemudian semakin terkuak, bahwa tidak ada pembantaian itu.

Bagaimana sebenarnya kejadian di Amsterdam tersebut? Walikota Femke Helsema mengatakan, dalam New York Time, 12/11/24, “What happened over the past few days is a toxic cocktail of antisemitism, hooligan behavior, and anger over the war in Palestine and Israel, and other countries in the Middle East,”. Istilah “Koktail” tentunya merujuk banyak faktor. Helsema adalah seorang sosialis. Keterangan dia lebih komplit dari sebelumnya, yang terkesan hanya menyalahkan orang-orang Amsterdam, penduduknya.

Dia sebenarnya membiarkan demo-demo Pro Palestina sebanyak 247 kali selama tahun ini di sana. Selain itu, sebelumnya, Veldhuyzen, anggota Dewan Kota Amsterdam, sejak awal menjadi narasumber The Times, yang memberikan informasi berimbang. Selanjutnya banyak media dunia merujuk The Times. Menurut Veldhuyzen, pemicu kerusuhan di Amsterdam adalah kelakuan supporter Israel yang datang dengan arogan. Mereka menurunkan Bendera Palestina di Dam Square, dan rumah-rumah penduduk yang merupakan hak bebas mereka menunjukkan aspirasinya. Selain itu suporter itu juga memukul supir taxi. Ditambah meneriakkan anti Arab dan Palestina.

USA Today, 13/11/24 menuliskan, “What sparked the riots? Police said the clashes began on Wednesday, the evening before the game, when Maccabi supporters tore down and burned a Palestinian flag and vandalized a taxi.” Artinya, suporter Israellah biang masalah. NBC news dalam “How Violence Surrounding A Soccer Match Between Israel and Dutch Teams Unfolded”, 13/11/24 menjelaskan lebih rinci lagi, di mana sebenarnya para pemuda Yahudi itu juga membawa alat-alat kekerasan dan melukai beberapa orang Amsterdam. Dan mereka yang memulai.

Berita arogansi supporter di negara orang lain tentunya mengandung resiko. Apalagi hampir seluruh negara barat, termasuk Amerika, kampus-kampus utamanya diduduki gerakan mahasiswa anti Israel sepanjang tahun ini. Termasuk di Belanda. Jadi dari sisi hukum sebab akibat, kekerasan yang dialami supporter Israel adalah akibat ulah mereka sendiri. Sebuah konsekuensi logis.

Membuat keributan dan arogansi politik di Amsterdam oleh pemuda Yahudi Israel tentunya adalah seperti “katak dalam tempurung”. Mereka berpikir bahwa mereka adalah para pemuda sakti dan terhebat di dunia. Mereka pastinya juga berpikir bahwa kekuasaan politik di Belanda dalam jejaring negara mereka. Sebab, memang selama ini Amsterdam dipersepsikan “didominasi” elit Yahudi.

Namun sebaliknya, sebuah alternatif analisa, dari teori konspirasi, seperti yang diulas berbagai pihak, bahwa kerusuhan Amsterdam tersebut boleh jadi merupakan operasi intelijen Israel, Mossad (lihat: https://www.unz.com/mwhitney/was-amsterdam-a-mossad-operation/). Kepentingan Israel ke depan, khususnya mungkin bersamaan dengan kemenangan sekutunya utamanya Donald Trump, adalah menjaga keselamatan kaum Yahudi diseluruh dunia. Amsterdam bisa jadi projek mereka untuk mengontrol jaringan elit antar negara untuk menghentikan gerakan-gerakan anti Israel di barat selama ini.

Memang benar mayoritas elit Belanda pro Israel. Dan Israel dapat mengontrol elit-elit. Namun, rakyat Belanda, khususnya mahasiswa, faktanya tidak peduli. Berbagai mahasiswa universitas elit di Belanda terus saja aksi pro Palestina, seperti paska kerusuhan Amsterdam lalu. Mereka membentang poster bahwa mereka bukan Antisemitic melainkan anti genosida yang terjadi di Israel. Salah satu tokoh rujukan gerakan mahasiswa bagi kelompok pro Palestina selama ini di barat, umpamanya, adalah tokoh Yahudi Professor Noami Klein dari Universitas British Columbia. Pada pidatonya dihadapan demonstran di New York, April lalu dia berkata :

“Zionism is a false idol that has taken the idea of the promised land and turned it into a deed of sale for a militaristic ethnostate”. Zionisme Israel adalah kejahatan, katanya.

Yel yel pemuda Yahudi kasus Amsterdam lalu, seperti, “Kenapa tidak ada sekolah di Gaza?”, katanya, “Karena seluruh anak-anak Gaza sudah mati”. Yel yel itu jelaslah cerminan kekejaman Israel yang disuarakan mereka. Tanpa kasihan. Ini disaksikan seluruh dunia dalam video yang beredar.

Propaganda “Jew Hunt” yang dikembangkan Israel dan sekutunya itu, paska keributan Amsterdam, juga bisa membuat “fireback” kepada mereka sendiri. Sebab, istilah itu bisa menjadi inspirasi gerakan mahasiswa di Amerika, Eropa dan berbagai daerah lainnya untuk menuju gerakan kekerasan kepada orang-orang Yahudi di berbagai penjuru dunia.

Israel sendiri harus jujur ke depan. Arogansi mereka yang tidak memperdulikan suara dunia untuk menyelamatkan kemanusiaan di Palestina, begitu memuakkan. Kekerasan yang dialami para supporter Israel di Amsterdam ini harus merubah mereka, kesempatan buat refleksi diri. Refleksi karena kebencian rakyat dunia internasional begitu besar terhadap bangsa Israel saat ini. Meskipun seandainya kejadian Amsterdam adalah sesuai konspirasi teori, di mana Mossad bermain, tetap saja faktanya masyarakat tahu bahwa pemuda Yahudi yang perlu dikutuk. Sepantasnya pemerintah Israel segera masuk pada agenda perdamaian sejati di Palestina, agar mereka menjadi bagian masyarakat internasional yang tidak terasing.

Bagaimana di Indonesia kita menyikapinya? Di Indonesia, semua pemberitaan memihak pro Palestina. CNN Indonesia misalnya menurunkan berita “Kronologi Supporter Maccabi Bikin Rusuh dan Bentrok di Amsterdam, 9/11. Selanjutnya, Sindonews dengan berita “3 Fakta Massa Israel Lakukan Rasisme ke Orang Arab Usai Laga Ajax vs. Maccabi Tel Aviv”, 11/11,24 dan juga Detiksport dalam berita “Awal Mula Suporter Maccabi Tel Aviv Diserang: Ejek Gaza Sejahat Ini”, 9/11. Ini menunjukkan pikiran bangsa kita yang memihak Palestina.

Presiden Prabowo yang secara konsisten menunjukkan keberpihakan kepada Palestina tentu menjadi kunci utama bagi cara pandang bangsa kita melihat situasi di Palestina dan politik luar negeri kita terhadap Palestina. Kejadian Amsterdam ini dapat dimanfaatkan untuk mendorong agar agenda internasional tentang pembebasan Palestina semakin besar. Kalau orang-orang Yahudi tidak ingin kelak diburu (Jew Hunt) di luar negeri, merujuk ketakutan kasus Amsterdam minggu lalu, maka menjadilah bangsa pro perdamaian.

Kans Jawara

Tinggalkan Komentar