(Pesan Ekonom Nasional, Prof. Soemitro dan Prof. Sarbini telah dilanggar)
Oleh: Agusto Sulistio – Pegiat Sosmed, JALA8 Institute.
Situasi ekonomi kerakyatan di Indonesia kini telah mencapai titik kritis di mana oligarki masuk ke dalam sendi-sendi kenegaraan kita secara masif. Sejak peristiwa Malari tahun 1974, yang merupakan titik kritis di mana investor mulai masuk ke sektor-sektor strategis yang dinilai mengancam ekonomi rakyat, kini, pada tahun 2024, kehadiran investor jauh lebih besar. Pemerintah sangat sulit keluar dari cengkeraman oligarki. Kerusakan ini terjadi secara bertahap, sejak gerakan amarah mahasiswa Indonesia tahun 1974 memuncak atas kebijakan pemerintah terkait ruang bagi investasi asing yang membahayakan ekonomi nasional.
Dalam perkembangannya, investor tidak lagi hanya mengatur soal modal dan hasil investasi, tetapi juga ingin lebih jauh dengan mengatur pemerintah dan menguasai kekayaan alam Indonesia. Tidak semua investor dan oligarki mengintervensi pemerintah, namun jika ada kesempatan, tentu mereka akan melakukannya. Hal ini sangat bergantung pada seberapa kuat pemerintah serta mental aparaturnya dalam menghadapi godaan uang dari investor. Filsuf dunia seperti Karl Marx menyatakan bahwa kekuatan ekonomi negara dari pengaruh kapitalis terletak pada mental pemimpin-pemimpinnya. Pemimpin yang kuat dan berintegritas mampu menolak godaan kapitalisme yang merusak.
Fakta yang terjadi saat ini adalah banyak oknum aparatur negara yang telah ditaklukkan oleh uang (investor). Mereka menerima uang sogokan sehingga tujuan investor dapat berjalan dengan aman dan lancar. Keadaan ini terjadi mulai dari pemerintah pusat hingga ke tingkat paling bawah seperti desa dan dusun. Kasus penyerobotan lahan warga dan adat untuk usaha tambang dan proyek-proyek strategis adalah salah satu contohnya. Akibatnya, rakyat yang dirugikan hak hidupnya. Kerap timbul tindakan kekerasan terhadap warga, aktivis kemanusiaan, dan lingkungan hidup yang mencoba menghalangi proyek investasi. Pembiaran ini semakin jauh dari harapan ekonomi nasional yang berorientasi pada kesejahteraan sosial ekonomi rakyat. Praktek KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) adalah salah satu penyebabnya. Banyak oknum aparatur terbeli oleh kepentingan investor karena keinginan mereka untuk hidup mewah (hedonistik), yang kemudian menyebabkan perubahan sikap dan karakter, tidak lagi mengedepankan kepentingan rakyat. Menurut pakar, praktik korupsi terjadi di wilayah pekerjaan seputar investasi, yang memungkinkan terjadinya transaksi keuangan. Sehingga di sektor inilah banyak terjadi kasus KKN, yang menjadi salah satu faktor seseorang ingin mudah mencapai kedudukan, hidup mewah secara ilegal, memiliki rumah, mobil, perhiasan mewah, hidup senang, dan mendapat pujian kehormatan.
Dalam situasi apapun, terlebih saat ini negara dalam keadaan krisis, pemerintah harus bertindak tegas terhadap koruptor dan pejabat yang bergaya hidup mewah/hedonistik. Masyarakat juga harus ikut terlibat dalam mengawasi guna menekan laju pertumbuhan KKN. KKN juga salah satu yang menyebabkan rakyat miskin dan ekonomi kerakyatan tidak tercapai.
Orientasi ini dapat kita lihat dalam contoh keseharian sejak dulu hingga sekarang. Prosedur yang dijalankan di lapangan dari tingkat pusat hingga desa seringkali tidak relevan. Kepentingan masyarakat kerap dikalahkan oleh kepentingan perorangan atau kelompok, dengan label atas nama negara. Demi kelancaran proyek, oknum berlindung di balik nama “negara” (atas nama negara tidak boleh diganggu), tidak peduli aturan, dan para oknum aparatur negara akan menyingkirkan mereka yang menghalangi kepentingan “negara”.
Pemikiran kritis dan sikap waspada sangat diperlukan untuk menghadapi situasi ini. Dengan demikian, diharapkan pemerintah dan masyarakat dapat bekerja sama untuk menjaga kedaulatan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Kegagalan Menjaga Ekonomi Kerakyatan
Kesalahan utama yang dilakukan pemerintah adalah tidak menjaga ekonomi kerakyatan dengan serius. Dalam kerja sama investasi, pemerintah sejak dulu hingga sekarang tidak menempatkan investor sebagai pemodal yang hanya memberikan modal semata. Akibatnya, investor kini merajalela dan turut mengatur kebijakan yang seharusnya mendukung ekonomi kerakyatan.
Ekonom Nasional, Prof. Sarbini Sumawinata dan Prof. Soemitro telah menyampaikan bahwa dalam mewujudkan ekonomi kerakyatan, hal terpenting adalah membatasi investor agar tidak terlalu dalam masuk pada ranah kebijakan ekonomi negara kita yang telah diatur dalam konstitusi. Pandangan ini kini terbukti benar. Pemerintah gagal menjaga kedaulatan negara, di mana investor kini mampu mempengaruhi kebijakan dari tingkat atas hingga desa/dusun.
Lemahnya mental aparatur pemerintah ketika berhadapan dengan uang/modal menjadi faktor utama terjadinya hal ini. Kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) terus meningkat setiap tahunnya. Transparency International dalam laporannya pada tahun 2023 menempatkan Indonesia pada peringkat 96 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi, dengan skor 38/100. Kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi hingga tingkat desa sering kali terkait dengan suap dari investor untuk mempermudah izin dan proyek mereka.
Fakta Sejarah
Peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari) terjadi pada 15 Januari 1974 di Jakarta. Aksi yang dipicu oleh ketidakpuasan mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai terlalu pro-investor asing, terutama dari Jepang. Peristiwa ini menjadi awal dari masuknya pengaruh investor ke dalam sendi-sendi negara.
Dominasi Investor Asing, data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, realisasi investasi asing di Indonesia mencapai sekitar 53.7% dari total investasi. Sektor-sektor penting seperti pertambangan, perkebunan, dan infrastruktur semakin dikuasai oleh perusahaan asing, menunjukkan dominasi mereka dalam pengaturan kebijakan ekonomi lokal.
Ekonomi Kerakyatan yang diabaikan. Ekonomi kerakyatan adalah konsep ekonomi yang berfokus pada pemberdayaan rakyat melalui usaha kecil dan menengah, koperasi, dan pertanian. Konsep ini sering diabaikan dalam kebijakan investasi yang terlalu menguntungkan investor besar. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sektor UMKM menyumbang sekitar 60.3% terhadap PDB Indonesia pada tahun 2022, namun mereka sering terpinggirkan dalam kebijakan ekonomi.
Penutup
Dari data dan fakta tersebut, sangat jelas bahwa pengaruh investor terhadap kebijakan pemerintah telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan dan membuat hidup rakyat semakin miskin dan sulit. Dominasi investor asing yang semakin merajalela dan lemahnya aparatur pemerintah dalam menghadapi tekanan uang/modal, telah menyebabkan ekonomi kerakyatan terpinggirkan. Dibutuhkan reformasi serius dalam pengelolaan investasi dan penguatan ekonomi kerakyatan untuk menjaga kedaulatan ekonomi negara.
Perlu segera diambil langkah-langkah konkrit, kehancuran ekonomi yang didominasi oleh investor asing berada di depan mata. Pemerintah harus segera bangkit, menguatkan mental aparatur, dan mengembalikan fokus pada ekonomi kerakyatan demi kedaulatan dan kemakmuran bangsa.