Oleh : Hendrajit
Membaca novel Orhan Pamuk sastrawan Turki, The Black Book, melelahkan saat membaca. Namun herannya terasa menyegarkan setelah selesai membacanya.
Cerita singkatnya sih simpel. Ruya, isteri Galib sang pengacara, tiba tiba menghilang. Seturut hal itu, Celal saudara tiri Galib yang berprofesi wartawan dan kolumnis ternama, juga menghilang.
Seluruh jalan cerita berkisar usaha Galib menemukan Ruya dan juga Celal yang diduga menghilang bersama. Kenyataan bahwa setting cerita berlangsung di Turki antara 1950-1970an. Tiga sosok ini, Galib, Ruya, dan Celal, Pamuk sepertinya sedang menggambarkan kepribadian yang pecah dari bangsa Turki warisan Kemal Ataturk ibarat bom waktu.
Galib melambangkan kepribadian orang awam kelas menengah Turki yang puas diri. Yang menyangka menjadi Barat adalah satu satunya cara bangsa bisa maju. Profesi Galib yang pengacara, seakan melambangkan statusquo tatanan dan sistem produk Barat yang final dan apa boleh buat masyarakat Turki harus adopsi. ‘’You suka atau tidak, kalau mau sehat you harus minum obat pait ini’’. Begitu kira kira.
Celal, melambangkan orang Turki yang berjarak pada dua kutub yang berseberangan. Menjadi Barat belum tentu cara untuk maju. Karena yang ia lihat lewat sindiran dan sentilannya yang tajam lewat artikel kolomnya di harian Milyet, menjadi Barat bisa juga jadi kebarat-baratan. Sementara budaya lama era kekhalifahan Ottoman kadung runtuh sejak 1922.
Namun saat tarik menarik antara Galib simbol puas diri Galib versus Celal yang merasa gelisah perlunya tatanan alternatif antara kebarat-baratan versus rapuhnya fondasi kekhalifahan Ottoman, Ruya melambangkan suatu impian bawah sadar Turki saat ini.
Menggali ilmu-ilmu Barat yang sungguh sungguh mendalam dan tidak hanya berhenti di kulit atau dangkal. Seraya menggali khazanah peradaban Ottoman yang melampaui sekadar syariat dan fikih. Artinya menggali ke kedalaman batin secara esoterik.
Jadi sosok Galib, Celal dan Ruya dalam konstruksi cerita Pamuk, sejatinya merupakan konfigurasi Aku.
Pada akhir kisah, Celal tewas terbunuh karena tulisan-tulisan di kolomnya dianggap berbahaya oleh rejim militer Turki. Ruya yang selama menghilang praktis berdua-duan dengan Celal, juga tewas terkena peluru nyasar.
Apakah kematian Celal dan Ruya melambangkan kematian hasrat bangsa Turki menemukan jatidirinya dan memadukan masa lalu dan masa kini secara kreatif dan inovatif?
Kesan saya saat membaca akhir kisah kok nggak sepesimistis itu ya. Karena yang memenangi kekinian dan masa depan adalah Galib.
Saat pencarian Ruya dan Celal, Galib mencoba menemukan keduanya dengan menyelami cara berpikir dan cara pandang Celal lewat tulisan tulisannya di artikel kolom harian Milyet. Ini simbol transformasi kesadaran seorang Galib yang produk kelas menengah macet dan puas diri, menjadi Celal dengan kesadaran dan sudut pandang baru.
Masa depan Turki bertumpu pada Galib yang sudah tercerahkan