Oleh : Dr. KRMT Roy Suryo

Dua hari lalu, Sabtu 20/07/2024 adalah tepat sebulan PDNs (Pusat Data Nasional sementara) 2 milik Telkomsigma yang berlokasi di Jl. Bukit bali, Lakarsantri Surabaya yang disewa – dengan sangat mahal hingga Rp. 700 Miliar, oleh Pemerintah melalui Kemkominfo, terbukti malah ambyar – bobol dan mengakibatkan tidak hanya kemacetan pelayanan publik, namun beredarnya data-data pribadi, termasuk Biometric dari INAFIS dan BAIS-TNI. Sebuah peristiwa yang tidak hanya sangat memalukan, namun merugikan bangsa ini dengan nilai yang luar biasa tidak ternilai.

Namun di tengah maraknya desakan mundur (atau dimundurkan) yang dialamatkan kepadanya, Menteri Komunikasi & Informatika Kabinet Indonesia Maju Budi Arie Setiadi dalam hari-hari terakhir ini (sok) tampak sibuk melakukan “sidak” ke PDNs (Pusat Data Nasional sementara) 2 yang dibobol bulan lalu di Surabaya tersebut dan sekaligus PDNs 1 di Serpong, Jakarta. Selain disebut-sebut oleh Netizen bahwa kegiatan tersebut hanya “gymmick”, apa sebenarnya yang bisa dia lakukan di 2 tempat yang de facto terbukti sudah gagal dan malah membuat kerugian besar bagi bangsa ini tersebut?

Selain running-text / ticker TV-TV media mainstream tampak kompak (diinstruksikan?) adanya upaya Menkominfo hanya bisa memuji-muji “peranan generasi muda” dalam upaya pemulihan data-data di 2 PDNs, utamanya di Surabaya tersebut, tidak ada aktivitas kongkrit lain yang bisa disampaikan kepada masyarakat terkait data dan fakta pemulihan PDNs tersebut. Karena meski sudah sebulan lamanya, sampai kemarin baru tercatat 86 layanan dari 16 kementerian, lembaga dan pemerintah yang bisa dikatakan sudah running / go alive berdasar statemen Menkopolhukam sebelumnya

Artinya ini kalau berdasar ISO-27001 apalagi TIER-4 standar dari Technological Insldustrial Association, pemulihan data yang sangat-sangat lambat ini sudah jauh dari spec minimal yang dipersyaratkan tersebut. Pemerintah, dalam hal ini Kemkominfo seharusnya sudah layak untuk meminta pertanggungan jawab dari Penyedia jasa layanan yang disewanya tersebut, yakni PT Telkomsigma, berupa ganti rugi atau setidaknya klaim pengembalian beaya sewa – yang sangat mahal dan sekali lagi terbukti ambyar. Bagaimana tidak? Biaya pembuatan PDN (bukan sementara), milik sendiri di Deltamas Cikarang saja Rp. 2,7 Triliun, masa biaya hanya sewa mencapai Rp. 700 Milyar alias seperempatnya? Itupun jelas-jelas terbukti gagal

Belum lagi kalau mau diusut “siapa” oknum OrDal (Orang Dalam) yang pernah bekerja di Lintasarta, BSSN bahkan Kemkominfo sendiri berinitial “DPA” yang beberapa bulan sebelumnya sudah menuliskan password “admin#1234” di Scribd, tampaknya belum (tidak ?) ada tindakan apapun terhadap oknum yang bersangkutan. Kalau dilihat dari ke-(tidak)-seriusan pengusutan Bobolnya PDNs bulan lalu seperti ini, wajar bila publik memang akhirnya memiliki penilaian bahwa kasus tersebut dimungkinkan adanya upaya kesengajaan atau bahkan skenario lebih besar dari Oknum OrDal yang lebih tinggi lainnya untuk menyembunyikan sesuatu di Republik ini.

Hal ini berbeda sekali dengan kasus terjadinya BSOD (Blue Screen of Death) yang dialami layanan-layanan publik pengguna produk Microsoft di seluruh dunia kemarin, di mana Layar Monitor mendadak berwarna biru dan komputer restart dengan sendirinya. Secara teknis Blue Screen of Death adalah tanda bahwa sistem operasi Windows mengalami masalah serius dan, layar menampilkan kode kesalahan yang sulit dipahami oleh pengguna awam. Akibatnya layanan-layanan publik di seluruh dunia juga mengalami kemacetan dan tidak bisa dibuka, meski tidak sama namun mirip seperti ketika Imigrasi Indonesia yang datanya di PDNs tidak bisa dibuka bulan lalu.

Meski penyebab utama dari masalah ini masih diselidiki secara pasti namun banyak pengguna melaporkan bahwa masalah ini muncul setelah mereka melakukan pembaruan sistem keamanan dari perusahaan bernama CrowdStrike. Perusahaan ini memang bekerja sama dengan Microsoft untuk melindungi sistem Windows dari serangan siber. Secara jujur pihak CrowdStrike sendiri sudah mengakui adanya masalah ini dan langsung berusaha keras untuk mencari solusinya dalam hitungan jam, maksimal 1-2 hari kemarin, bukan berminggu-minggu seperti ketika kasus bobolnya PDNs-2 Surabaya itu. Sebuah perbandingan penananganan secara profesional di sana dan amatiran di sini.

Oleh karenanya dalam berbagai kesempatan saya selalu masih mengingatkan bahwa kasus yang dialami PDNs-2 di Surabaya tersebut bukanlah yang terakhir yang akan masih bisa dialami dan merugikan masyarakat, karena kalau melihat de facto dan de jure penanganannya hanya seperti sekarang ini maka bisa diprediksikan bahwa data-data milik kementerian, lembaga, pemerintah daerah hingga ke perorangan alias data pribadi Indonesia dalam masalah besar dan bukannya tidak mungkin efek / akibatnya akan jauh lebih besar dari kemarin. Karena selain hanya seorang DirJen Aptika saja yang sudah mengundurkan diri (Samuel Pangerapan, kini sudah diganti oleh Hokky Situngkir), tidak ada oknum lain yang ditindak padahal sudah nyata dan jelas bukti-buktinya.

Upaya keras oleh SafeNet untuk “meng-Kartu Merah-kan” Menkominfo dalam bentuk Petisi di dunia maya dan sempat didukung oleh Demo Aliansi Masyarakat di dunia nyata alias di depan Gedung Kemkominfo di jalan Merdeka Barat pun tampak pupus di tengah jalan. Memang budaya malu di Indonesia sudah bisa disebut hilang saat ini, karena jangankan mundur dengan kesadaran sendiri (seperti yang dilakukan Sammy), Menkominfo yang sudah jelas-jelas gagal dan dibuat petisi bahkan didemo besar saja tidak merasa salah. Padahal kalau di Jepang mungkin saja Yang bersangkutan sudah melakukan harakiri karena saking malunya, di sini malahan harakanan karena tidak punya malu.

Kesimpulannya, rakyat Indonesia sudah cerdas untuk bisa menilai bagaimana Rezim ini – yang direpresentasikan oleh Menkominfo- menangani masalah publik secara abai, serampangan, bahkan bisa disebut jauh dari kata bertanggungjawab seperti cara handle kasus bobolnya PDNs-2 Surabaya sejak bulan lalu dan belum bisa dikatakan tuntas hingga sekarang. Apakah semua kegagalan ini masih mau “diresmikan” besok tgl 17/08/2014 sebagaimana rencana semula peresmiannya sebagai “Kado Peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-79”? Sungguh Terwelu (baca: terlalu) jika ikut-ikutan dipaksakan sebagaimana rencana karbitan lainnya yang akan dilakukan pada momen yang seharusnya sangat bersejarah tersebut …

)* Dr. KRMT Roy Suryo – Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen – Senin, 22 Juli 2024
Kans Jawara

Tinggalkan Komentar