Serambi Makkah pagi itu merayakan pesta
Menggelar karpet merah dari palung samudera
Hingga di puncak mihrab masjid Baiturrahman
Aku mendengar takbir kaum perempuan mengaduk lautan
Tjut Njak, Tjut Meutia dan Malahayati serta ribuan Inong Balee yang sudah syahid itu berbaris rapi
Menjadi benteng sakaratul maut dengan mantra tari Seudati
Matahari merah kesumba
Batu-batu karang berdiri mengangkat pasir
Mengaduk bumi
Menghempaskan apa saja
: kecuali Cinta!
Nangro Aceh pagi itu dikeramasi hingga di puncak mahkota
Dengan munajat dan tilawah panjang tanpa ujung
Izrail menggali kubur ratusan ribu syuhada itu di ubun-ubun
Takbirmu dan takbirmu ikut terkubur
Lalu siapa yang menancapkan kapal itu di atap surau tua
Ajal tak bisa diajak bertukar kata
Dan pesta semeriah itu ternyata bermuka dua
Dalam ratap rintih tangis tasbih
Aku tak menyaksikan siksa
Tuhan tersenyum dengan sifat kasihNya
Sang Maha Pemaksa!
Sesudah 20 tahun menggali hingga ke akar makna, aku malu membuang muka
: Rahman dan Rahim ini sedang memesrai bumi tercinta!
Gus Nas Jogja, 26 Desember 2024
Advertisement











