
Oleh: In’amul Mustofa M.IP
RAKERNAS GERAKAN RAKYAT tidak lama lagi akan digelar tepatnya diminggu ke 2 bulan Januari 2026, peristiwa ini tentu akan menjadi perhatian serius para aktivis yang sebelumnya (Sebagian besar relawan Anies Baswedan pilpres 2024), juga buat masyarakat dan bangsa Indonesia pada umumnya. Realitas menyatakan demikian karena secara formal inilah organisasi masyarakat yang senantiasa memiliki intensitas dalam komunikasi dan koordinasi dengan Anies Baswedan.
Perhatian serius yang lain disebabkan bahwa ada amanat RAPIMNAS GERAKAN RAKYAT 1, untuk membidani lahirnya partai politik ditengah kepercayaan publik terhadap partai politik sangat turun!
Mari direview sejenak beberapa hal yang menjadi issu penting dan digaungkan berkali-kali oleh masyarakat secara luas. Tuntutan untuk menjalankan amanat reformasi 98, penataan kelembagaan penegak hukum; Kejaksaan/Kehakiman dan Kepolisian, transparansi dan kontrol terhadap pengunaan anggaran sehingga tepat sasaran, penertiban kelembagaan pemerintah yang terkait dengan penerimaan keuangan. Ada pula tuntutan agar DPR dibubarkan, ini bermula dari ketidakpekaan para wakil rakyat dalam memperjuangankan kesejahteraan rakyat. DPR sarang korupsi, tempatnya minta fee sebagai rasa terimakasih dalam meloloskan peraturan pro konglomerat.
Pro kontra jabatan sipil yang secara sistimatis dibegal oleh petinggi Polri. Keesemuanya mengarah pada makin menurunnya kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemerintah, dan disisi lain penyelenggara pemerintah merasa paling tahu. Ada semacam arogansi tersembunyi, seolah penyelenggara pemerintah adalah pemilik negara maka sangat sering mengabaikan pendapat rakyat dan melalaikan tugas hakikinya sebagai pelayan rakyat bukan konglomerat.
Semakin ke sini tampak semakin centang perentang tak terdengat lagi gembar gembor Indonesia Emas. Maka jika yang masa lalu ditarik untuk masa kini sekaligus ada ihktiar mengambarkan masa depan, tanpa label apapun. Maka tuntutan adanya partisipasi secara substansial sudah tidak bisa dinafikan, stop mobilisasi, dukung mendukung tiada henti dan cukup sudah relawan (terutama relawan Jokowi). Kini demokrasi menemukan momentumnya untuk memperbaiki citranya agar tidak digunakan sewenang-wenang oleh yang memiliki kekuasaan dan keuangan. Demokrasi mesti dipahami apapun keputusan publik yang dibuat berujung dan mengutamakan kesejateraan dan keadilan bagi rakyat dan tumpah darah Indonesia. Tujuan mulia tersebut diakui atau tidak justru digerus oleh partai politik sendiri selaku pembuat kebijakan yang mengikat seluruh rakyat.
Gerakan Rakyat (GR) adalah sedikit contoh bagaimana mengakhiri kerelawanan Anies Baswedan yang jumlahnya ratusan simpul di seluruh Indonesia. Sebagai Ormas, GR akhirnya berfokus pada kegiatan kemasyarakatan : pendidikan informal, kebersihan lingkungan, tanggap bencana, pendampingan kesehatan, pendampingan korban kekerasan fisik dan mental dan lain-lain. Usianya belum seumur jagung, namun terus berihktiar komitmen pada kerakyatan.
Sayang dalam usia yang belum seumur jagung akhirnya GR tergoda dengan politik, yang kemudian mengamanatkan untuk membidani lahirnya partai politik baru. Maka suhu internal GR pun akhirnya banyak perubahan. Beberapa agenda kerakyatan akhirnya terpinggirkan oleh agenda politik—membidani lahirnya partai politik baru sebagai kendaraan politik Anies Baswedan. Publik tentu menduga kuat hal demikian karena figur Anies Baswedan juga pernah bersama Nasdem sebelum akhirnya menjadi partai politik. Dugaan yang kedua partai yang akan lahir dari ormas Gerakan Rakyat tidak akan semulus Nasdem berhasil melenggang ke senayan.











