Oleh: Sobirin Malian
Dosen Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan

Penerbitan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Jabatan Sipil Tertentu nggota Polri Aktif adalah bom waktu konstitusional yang meledak di wajah reformasi negara. Ini bukan sekadar kebijakan administratif—ini adalah serangan frontal, penuh tipu daya, terhadap supremasi sipil, netralitas birokrasi, dan darah reformasi Polri yang telah mengalir sejak 1998. Kapolri Listyo Sigit Prabowo, dengan dalih dibuat-buat demi “kepastian hukum”, justru menebar kekacauan hukum bagi negara, memperluas tentakel Polri ke jantung pemerintahan sipil, dan menginjak-injak Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sakral. Kebijakan busuk ini harus dibongkar habis-habisan sebelum meracuni fondasi Republik! Pakar konstitusi sudah berteriak: “Ini pengkhianatan terstruktur terhadap UUD 1945,” tegas Bivitri Susanti, pakar hukum tata negara. “Ini jelas pembangkangan,” ujar Mahfud MD, pakar HTN FH UII.

Pengkhianatan Terhadap Putusan MK: Perlawanan Terang-terangan

Perkap 10/2025 adalah ejekan kasar terhadap Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang final dan binding sebagaimana amanat Pasal 24C UUD 1945. Putusan itu tegas membatasi jabatan sipil bagi polisi aktif, hanya boleh jika ada “korelasi fungsional langsung” dengan tugas kepolisian. Tapi apa yang dilakukan Kapolri? Ia memperluas daftar jadi 17 jabatan baru, termasuk posisi strategis di kementerian inti—sebuah upaya vulgar untuk mengakali amar MK!

Alasan demi “kepastian hukum” hanyalah kedok hipokrit. Putusan MK sudah jelas adalah kepastian hukum tertinggi! Seperti kata Refly Harun, pakar hukum konstitusi: “Perkap ini seperti anak haram yang mencoba lahir setelah ayahnya (MK) sudah mengusirnya. Ini ancaman eksistensial bagi supremasi konstitusi—harus “dijauhkan sejauh-jauhnya!”

Pola ini mirip skandal Perppu Cipta Kerja era Jokowi pasca Putusan MK 91/2021: mengeluarkan aturan pengganti yang akhirnya ikut tumbang karena inkonstitusional. Kapolri, yang konon murid setia Jokowi, mengulangi resep beracun itu. Ini bukan kebetulan—ini konspirasi sistematis untuk merusak hierarki perundang-undangan (UU 12/2011 jo UU 13/2022). Preseden buruk perundang-undangan ini membuka pintu banjir: besok Perkap bisa anulir UUD 1945! MK harus segera me-judicial review dan mementahkan Perkap ini sebelum jadi kanker stadium empat hukum nasional.

Tabrakan Brutal dengan Undang-Undang: Netralitas Jadi Korban

Advertisement
Previous articleInvited Colonialism
Next articleGerakan Rakyat : Beberapa Minggu Menjelang Rakernas

Tinggalkan Komentar