Jakarta, Kansnews.com – Otoritas kebijakan cenderung mencari jalan pintas dan mengalihkan tanggung jawab kepada masyarakat. “Seolah-olah pelemahan rupiah adalah akibat dari perilaku ekonomi masyarakat, padahal stabilitas nilai tukar adalah tanggung jawab utama pemerintah dan otoritas moneter. Kebijakan yang tepat dan konsisten dari pemerintah sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,” ujar Kusfiardi, analis ekonomi politik FINE Institue.
Menanggapi enam langkah yang diusulkan oleh OJK untuk membantu menguatkan rupiah, Kusfiardi menilai langkah-langkah yang disarankan tersebut memang baik. Namun tidak bisa menggantikan tugas yang harus dilakukan oleh otoritas kebijakan dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
“Enam langkah yang diusulkan OJK, seperti membeli produk dalam negeri, tidak menimbun dolar, berwirausaha dengan orientasi ekspor, berwisata dalam negeri, menggunakan transportasi publik, dan berinvestasi di dalam negeri, adalah langkah-langkah positif. Namun, mengandalkan partisipasi masyarakat saja tidak cukup untuk memastikan stabilitas nilai tukar rupiah,” tambah Kusfiardi.
Kusfiardi menekankan bahwa upaya menstabilkan nilai tukar rupiah harus didukung oleh kebijakan pemerintah yang konsisten dan efektif. Ia menggarisbawahi beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan oleh otoritas kebijakan.
Pertama, Bank Indonesia perlu menetapkan kebijakan suku bunga yang tepat untuk mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas rupiah. Menyeimbangkan suku bunga sangat penting, karena suku bunga yang terlalu rendah dapat mendorong inflasi, sementara suku bunga yang terlalu tinggi dapat menekan pertumbuhan ekonomi. BI harus menemukan keseimbangan yang tepat untuk mendukung stabilitas mata uang dan pertumbuhan ekonomi.
Kedua, pemerintah harus mengatur kebijakan ekspor-impor secara efektif. Mengurangi ketergantungan pada barang impor dan mendorong ekspor produk lokal akan membantu memperkuat rupiah. Ini termasuk memberikan insentif kepada eksportir dan memberlakukan pembatasan impor untuk barang-barang yang dapat diproduksi di dalam negeri.
Selanjutnya, Kusfiardi menyarankan pemerintah untuk mendorong repatriasi devisa hasil ekspor ke dalam negeri. Langkah ini bisa dilakukan dengan memberikan insentif bagi eksportir untuk menukarkan devisa mereka menjadi rupiah di pasar domestik, yang pada akhirnya akan meningkatkan pasokan dolar dan memperkuat rupiah.
Selain itu, fungsi intermediasi perbankan harus berjalan optimal untuk mendukung sektor riil. Bank-bank harus didorong untuk menyalurkan kredit ke sektor-sektor produktif, seperti manufaktur, pertanian, dan infrastruktur, yang dapat meningkatkan output ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.
Kusfiardi juga menekankan pentingnya menciptakan iklim usaha yang kondusif untuk menumbuhkan kegiatan ekonomi produktif. Ini mencakup penyederhanaan regulasi, peningkatan infrastruktur, dan dukungan bagi usaha kecil dan menengah (UKM). Kegiatan ekonomi yang produktif akan meningkatkan pendapatan nasional dan membantu memperkuat rupiah.
Dengan mengadopsi kebijakan yang tepat dan melibatkan partisipasi masyarakat, Kusfiardi percaya bahwa pemerintah dan otoritas moneter dapat menciptakan lingkungan ekonomi yang lebih kuat dan tangguh, memastikan bahwa rupiah tetap stabil dan kuat. (p17)